Minggu, 14 Desember 2025

Mafirion Soroti Aduan Soal Kewarganegaraan dan Perkawinan Campur: Regulasi Harus Diperbaiki, Bukan Dihapus

admin - Jumat, 28 November 2025 00:11 WIB
Mafirion Soroti Aduan Soal Kewarganegaraan dan Perkawinan Campur: Regulasi Harus Diperbaiki, Bukan Dihapus
Anggota Komisi XIII DPR RI, Mafirion

JELAJAHNEWS.ID -Anggota Komisi XIII DPR RI, Mafirion, menekankan bahwa banyaknya aduan publik terkait kebijakan kewarganegaraan dan perkawinan campur harus dijawab dengan perbaikan regulasi, bukan dengan meniadakan Undang-Undang yang sudah berlaku. Ia menilai akar masalah terletak pada sistem hukum yang belum sepenuhnya adil dan aplikatif.

Pernyataan tersebut disampaikan Mafirion dalam Rapat Dengar Pendapat dan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDP/RDPU) Komisi XIII DPR RI bersama Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU) Kementerian Hukum dan HAM, Direktorat Jenderal Imigrasi, serta perwakilan Harapan Keluarga Antar Negara (HAKAN) dan Aliansi Perkawinan Antar Bangsa (APAB). Rapat berlangsung di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (27/11/2025).

Dalam rapat tersebut, Mafirion menanggapi sejumlah aduan dari warga mengenai kesulitan pengurusan dokumen keimigrasian dan status kewarganegaraan anak hasil perkawinan campur. Ia menolak pandangan yang menuntut penghapusan berbagai ketentuan hukum.

"Saya tidak sepakat dengan aduan tadi. Tidak boleh di republik ini ada warga negara yang ingin meniadakan Undang-Undang. Yang benar adalah kita perbaiki regulasinya, bukan menghapusnya," tegas Mafirion.

Ia menjelaskan bahwa kritik publik merupakan bagian penting dalam evaluasi kebijakan, tetapi tidak boleh disikapi secara emosional. Menurutnya, revisi Undang-Undang harus dilakukan berdasarkan data, fakta, dan pertimbangan rasional.

Selain itu, Mafirion menyoroti bahwa masalah administrasi dalam kasus perkawinan campur sering kali muncul akibat kelalaian pengurusan dokumen sejak anak lahir. Ia menilai tidak semua kesalahan dapat ditimpakan kepada negara.

"Kita harus melihat fakta dan kronologinya. Tidak semua masalah adalah kesalahan negara," ujarnya.

Lebih lanjut, Mafirion menegaskan bahwa semua ketentuan hukum, mulai dari agraria, keimigrasian, hingga izin kerja, berlaku bagi seluruh warga negara maupun orang asing. Ia mencontohkan bahwa anak berkewarganegaraan asing yang besar di Indonesia tetap tidak serta-merta memiliki hak bekerja ketika dewasa jika memilih kewarganegaraan asing, sesuai batasan dalam Undang-Undang Cipta Kerja.

Memasuki pembahasan teknis, Mafirion menanggapi perbandingan antara Global Citizenship Indonesia (GCI) dan Overseas Citizenship of India (OCI). Ia menjelaskan bahwa meski keduanya tidak memberikan hak politik maupun kewarganegaraan penuh, terdapat sejumlah ruang perbaikan dalam GCI. Di antaranya pengaturan masa tinggal, batasan kepemilikan aset, serta sinkronisasi dengan UU Agraria dan UU Cipta Kerja.

Menurut Mafirion, Undang-Undang Kewarganegaraan harus dirancang untuk mengakomodasi diaspora dan keluarga perkawinan campur tanpa mengabaikan struktur hukum nasional. Ia menegaskan bahwa perubahan regulasi memerlukan proses panjang, rasional, dan tidak dapat didorong oleh tekanan emosional publik.

Menutup pandangannya, Mafirion menyatakan optimismenya bahwa perbaikan regulasi kewarganegaraan bisa terwujud apabila diperjuangkan melalui mekanisme legislasi yang tepat. Ia menilai pemerintah, termasuk Presiden, selama ini telah menunjukkan keberpihakan pada rakyat sehingga penyempurnaan Undang-Undang akan lebih mudah diwujudkan bila seluruh pihak bekerja bersama.

Editor
: editor
SHARE:
 
Tags
 
Komentar
 
Berita Terbaru