MEDAN – Pertumbuhan perekonomian dilansir menjadi penyebab kerusakan alam. Dimana alam dieksploitasi untuk memperoleh keuntungan sebesar-besarnya yang berujung pada hilangnya keseimbangan ekologi.
Padahal sebenarnya, anggapan tersebut tidak sepenuhnya benar. Sebab ekonomi dan ekologi bisa berjalan beriringan. Hal ini disampaikan Sekretaris Daerah Provinsi Sumatera Utara (Sekdaprovsu), R. Sabrina saat menjadi salah satu narasumber pada Webinar secara live melalui aplikasi zoom dari Ruang Sumut Smart Province, Kantor Gubsu, , Selasa (23/6/2020).
“Saya orang yang berkeyakinan bahwa pertumbuhan ekonomi dan ekologi itu tidak berseberangan, tapi bisa selaras. Semua tergantung manusia yang melakukan pengelolaan serta ada prinsip-prinsip maupun strategi yang perlu dilaksanakan agar keselarasan tersebut bisa tercapai,” ucap Sabrina.
Strategi yang dimaksud, lanjut Sabrina, adalah adanya regulasi yang tegas untuk mengatur pengelompokan kawasan-kawasan tertentu yang penting untuk dilindungi atau sebaliknya kawasan yang diperuntukkan untuk aktivitas pangan. Namun menurutnya, regulasi saja tidak cukup.
“Selanjutnya, perlu edukasi di tengah masyarakat, khususnya yang menjalankan dunia usaha agar memahami prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Melalui edukasi, manusia harus disadarkan bagaimana memperlakukan alam sesuai dengan bagaimana dirinya menginginkan alam memberi manfaat dalam jangka panjang. Bagaimana pun, kita sebagai manusia harus sadar tak bisa hidup tanpa alam,” pesannya.
Sabrina pun menyebutkan bahwa kepentingan untuk menjaga keseimbangan ekologis merupakan salah satu prioritas dalam visi misi Sumut Bermartabat. Yakni bermartabat dalam lingkungan ditandai dengan ekologinya terjaga, alam yang bersih dan indah, penduduk ramah, berbudaya, berkeprimanusiaan dan beradab.
Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Sumut sekaligus Plt.Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sumut, Herawati yang juga turut serta sebagai narasumber memaparkan potensi Sumber Daya Alam Sumut. Dijelaskannya, 71% lebih lahan Sumut terdiri atas perkebunan sekitar 30,53%, dan hutan lebih dari 40%.
“Kita memang ingin optimalkan pengelolaan lahan untuk pertumbuhan ekonomi, tetapi kita harus tetap konsisten untuk menerapkan fungsi ekologi. Contohnya penerapan ISPO untuk kelapa sawit,” sebut Herawati.
Webinar diselenggarakan oleh Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sumut, bekerja sama dengan Conservation International Indonesia. Webinar yang bertajuk ‘Keselarasan Fungsi Ekologi dan Ekonomi di Sumut, Mungkinkah?’ diikuti oleh organisasi dan institusi pemerintahan, LSM, penggiat lingkungan, mahasiswa, masyarakat umum dan lainnya.
Adapun pembicara lainnya yang ikut mengisi Webinar ialah Kepala BBKSDA Sumut, Hotmauli Sianturi, Acting Terresterial Program Director Conservation International Indonesia Anton Ario. Webinar dimoderatori oleh perwakilan dari BBKSDA Sumut Teguh Setiawan dan penanggap oleh Senior Terrestrial Policy Advisor Conservation International Indonesia Imam Santoso.
Usai pemaparan, dilakukan sesi tanya jawab serta rangkuman rekomendasi untuk Pemprovsu. Diantaranya, mempertahankan kawasan hutan lindung dengan tetap mencari cara yang aman untuk mendapatkan manfaat, optimalisasi dan integrasi kawasan budidaya karena Sumut memiliki kekayaan alam luar biasa, memanfaatkan Kawasan Suaka Alam (KSA) dan Kawasan Pelestarian Alam (KPA) sebagai daya tarik dan penggerak perekonomian, perkuat tupoksi Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) dan terkahir memperkuat fungsi Monitoring dan Evaluasi. (IP)