MEDAN – Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprovsu) terus mengembangkan transaksi digital. Hingga saat ini tercatat, Pemprovsu memiliki beberapa aplikasi transaksi elektronik, antara lain Cash Management System (CMS) dan e-Keuangan.
“Pemprovsu akan terus mengembangkan sistem elektronifikasi transaksi kita. Ini harus agar kualitas pengelolaan keuangan daerah kita terus meningkat. Aplikasi yang sudah dibuat digunakan untuk meningkatkan transparansi pengelolaan keuangan kita,” kata Asisten Perekonomian, Pembangunan dan Kesejahteraan, Arief Sudarto Trinugroho usai mengikuti Webinar Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Daerah Menuju New Normal di Sumut Smart Province, Lantai 6 Kantor Gubsu, belum lama ini.
Dijelaskan, CMS yang telah dijalankan sejak tahun 2009 merupakan aplikasi daring yang ditujukan bagi institusi untuk memenuhi kebutuhan transaksi perbankan. Aplikasi ini juga memudahkan pengguna aplikasi khususnya OPD Pemprovsu dalam proses transfer kepada penyedia jasa atau rekanan di lingkungan Pemprovsu.
CMS dikembangkan menjadi 2, yakni CMS Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) dan CMS Non SP2D. Kini sudah ada 26 Kabupaten/Kota (78,78%) yang menggunakan CMS SP2D, 32 Kabupaten/Kota CMS Non SP2D (97,97%), sementara OPD Pemprovsu telah 100% menggunakan CMS Non SP2D dalam transaksi baik kepada ASN maupun pihak ketiga.
“Selain itu, Pemprovsu juga memiliki aplikasi penerimaan yaitu e-Keuangan. Aplikasi tersebut bisa digunakan untuk memonitoring pendapatan Pemprovsu secara daring,” jelas Arief.
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kemenko Bidang Perekonomian Republik Indonesia, Iskandar Simorangkir mengatakan pandemi Covid-19 adalah moment penting bagi Pemerintah Daerah untuk melakukan digitalisasi transaksi. Apalagi banyak hal yang mendukung situasi tersebut misalnya data konsumsi internet yang meningkat 20% pada masa pandemi.
“Pemda mau tidak mau harus terpaku pada digitalisasi ini. Kami pemerintah mendorong pemda tidak ketinggalan untuk melakukan digitalisasi semua transaksinya,” ujar Iskandar.
Iskandar menyontohkan ada 12 daerah yang dijadikan pilot project (percobaan) elektronifikasi. Sebanyak 12 daerah yang dijadikan pilot project tersebut mengalami peningkatan Pendapatan Asli Daerah sebesar 11,1%.
“Karena dengan elektronifikasi, pendapatan itu langsung masuk ke rekening Pemda yang ada di lembaga keuangan perbankan, sehingga dapat menimimalkan kemungkinan terjadinya kebocoran PAD tadi,” ujar Iskandar.
Selain meningkatkan PAD, Deputi Gubernur Bank Indonesia Sugeng mengatakan ada beberapa manfaat lain dengan Elektronifikasi Transaksi Pemerintah Daerah (ETP). Diantaranya memberi kemudahan karena dapat dilakukan dengan berbagai kanal non-tunai dan tidak perlu tatap muka, serta meningkatkan tingkat kepercayaan masyarakat kepada pemerintah.
“Kepercayaan masyarakat datang karena didorong oleh transparansi layanan keuangan pemerintah secara digital, serta mendorong inklusivitas ekonomi dan keuangan,” ujar Sugeng.
Selanjutnya, ada beberapa hal yang perlu dilakukan oleh pemerintah daerah. Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran (DKSP) Bank Indonesia Filianingsih Hendarta memgatakan pemerintah daerah juga perlu melakukan pembaruan data ETP. Pemerintah daerah juga perlu melakukan edukasi dan sosialisasi mengenai ETP, serta perluasan jaringan telekomunikasi.
“Selain itu Perda juga perlu disusun,” kata Filianingsih. (IP)