JELAJAHNEWS.ID – Aplikasi TikTok yang merupakan buatan asal China menjadi ancaman bagi perusahaan jual beli barang atau e-commerce Asia Tenggara.
Aplikasi naungan ByteDance Ltd ini membuat terobosan baru dalam penjualan di marketplace atau e-commerce.
Diketahui, transaksi jual beli di platform Tiktok di Asia Tenggara maupun Douyin atau Tiktok versi China meningkat drastis.
Dilansir dari The Information,Senin (16/1/2023), pengguna aplikasi Douyin di China sendiri menghabiskan uang hingga US$208 miliar atau senilai Rp3.219 triliun pada 2022. Nilai tersebut meningkat 76 persen daripada tahun 2021 yang lalu.
Sedangkan di Asia Tenggara, penjualan TikTok Shop berdasarkan data internal naik empat kali dalam setahun. Nilai barang yang pengguna beli atau gross merchandise value (GMV) di Asia Tenggara sendiri mencapai US$4,4 miliar atau Rp 8 triliun.
Di Indonesia sendiri, TikTok Shop menjadi platform social commerce nomor satu. Hal ini berdasarkan survei Populi The Social Commerce Landscape in Indonesia.
Dalam survei ini 86 persen responden mengaku pernah menggunakan jasa social commerce untuk berbelanja.
TikTok Shop berada di peringkat atas dengan 45 persen, lalu WhatsApp Business menyusul dengan 21 persen.
Setelah itu, ada Facebook Market Place 10 persen dan Instagram Shop 10 persen. Populix juga mengatakan kaum hawa yang paling banyak mengakses TikTok Shop daripada para pria.
Kejutannya justru bukan milenial yang mendominasi melainkan pengguna dengan rentang usia 36-45 tahun. Populix menambahkan bahwa di masa mendatang, perempuan dengan rentang usia 18-25 tahun yang bakal mendominasi TikTok Shop.
Sedangkan Instagram Shop, dominasi penggunanya justru dari konsumen level Socio-Economic Status (SES) atas/ Lalu, generasi yang lebih seniro yang sering memakai WhatsApp Business.(sid)