JELAJAHNEWS.ID – Budi Erianto Manurung, seorang terdakwa yang terjerat kasus dugaan pencabulan pada anak menjadi pesakitan di Pengadilan Negeri (PN) Balige Kabupaten Toba.
Beberapa kali persidangan digelar dan menurut penasehat hukum banyak kejanggalan demi kejanggalan selama sidang berlangsung hingga menuai kontroversi.
Kontroversi itu menyeruak kepermukaan dan memantik persepsi pro dan kontra ditengah masyarakat konon mengetahui persis duduk persoalan sampai berujung di kantor Polisi. Terdakwa pun dilaporkan ke Polres Toba.
Seorang warga inisial SP satu kampung dengan terdakwa menceritakan semua fakta yang diketahuinya kepada JelajahNews.id, Selasa (6/12/2022). SP menyampaikan secara gamblang tanpa beban dalam dirinya.
Testimoni itu dilontarkan, dimana kasus yang mendera terdakwa berawal dari masalah dugaan harta gono gini terkait tanah dan harta warisan antara kakek terdakwa dengan kakek korban yang masih sedarah, dengan kata lain kakek mereka masih kakak beradik.
Konon dikatakan dahulu ayah dari terdakwa tergolong keras dan tidak ada kesepahaman dengan ayah korban (ayah terdakwa dengan ayah korban merupakan kakak beradik). Ketidakcocokan tersebut muncul terkait tanah ulayat nenek moyang mereka.
Hampir semua anak-anak dari ayah terdakwa tergolong mapan diperantauan. Akan tetapi dari segi ekonomi terdakwa masih berkurangan. Menyebabkan suatu ketika ia pulang membawa anak laki-lakinya ke kampung halaman.
Maksud kepulangan terdakwa karena mata pencaharian diperantauan sedikit berkurang, itulah menjadi penyebab ia terpaksa membawa anaknya sekolah di kampung atau sekolah dihadapan neneknya.
Setelah tiba dikampung bersama anak laki-lakinya mereka pergi ke sungai untuk mandi-mandi. Kebetulan disungai tersebut banyak juga anak-anak yang lain sedang mandi dan ada pula korban di sungai itu.
Saat mandi tiba-tiba secara kebetulan korban mau tenggelam ke dasar sungai. Sontak terdakwa menolong dan mengangkatnya ke pinggir sungai dekat dengan anak laki-laki terdakwa.
Sedangkan korban yang ditolong ternyata anak dari pelapor dimana selama ini kurang sepaham atau tidak cocok dengan ayah terdakwa. Rupanya terdakwa tidak sadar korban yang ditolong merupakan anak dari lawan-lawan ayahnya.
Usai mandi mereka pulang kerumah masing-masing. Kemudian korban (yang ditolong disungai) mungkin bercerita kepada ayah dan ibunya dirumah lalu menceritakan apa yang terjadi di sungai saat mandi.
Setelah mendengar cerita dari si anak mungkin sang ibu salah memahami dan berpikiran yang aneh-aneh, yaitu jangan-jangan anaknya sengaja ditenggelamkan terdakwa ke dasar sungai.
Pikiran ibunya mulai tersulut ia berinisiatif bertanya pada semua anak-anak yang ikut mandi saat itu. Kendati jawaban anak bernada positif yang menyebut saat tenggelam korban ditolong dengan cara memeluk.
Sejak mendengar cerita dari anak-anak itu, orangtua korban mulai memendam amarah dan semakin besar karena memang ayah terdakwa sudah tak sepaham atau tidak cocok selama ini dengan orangtua korban.
“Jadi selama ini sudah di cari-cari terus celah dari keluarga terdakwa bagaimana cara melawan, dalam pikirannya seperti itu,” kata SP, Selasa (6/12/2022).
Disisi lain, pengakuan terdakwa pada warga dikampungnya, menyebut disaat anak (korban) dibawa keluar dari dasar sungai tiba-tiba kaki terdakwa terpeleset karena licin, sehingga keduanya pun tergelincir bersamaan.
“Mungkin disaat tergelincir itu alat vital korban terkena ranting daun sehingga merasa kesakitan. Terdakwa juga bilang ke saya mana mungkin dirinya melakukan perbuatan cabul didepan anak laki-lakinya yang mandi bersama-sama,” ungkap SP meyakinkan.
Kemudian setelah itu terdakwa pulang ke Jakarta tanpa meninggalkan masalah apapun dikampung. Tiba di Jakarta ayah terdakwa menelepon dan menyampaikan kabar tak sedap dimana sedang ada masalah atau terjadi keributan.
Kabar tersebut dikatakan bahwa orangtua korban menuduh terdakwa melakukan perbuatan cabul terhadap anaknya.
Tak terima atas tuduhan tersebut, lalu terdakwa bergegas pulang kampung guna mengklarifikasi dan meluruskan masalah. Sebab terdakwa merasa tak pernah melakukan hal itu. Tiba dikampung tanpa babibu terdakwa langsung ditangkap oleh polisi dari Polres Toba.
“Kami dengar di Polres sudah ada keluarga korban melakukan intervensi, termasuk oknum Sekcam PAC uluan keluarga dari korban yang diduga dilecehkan. Itulah sebabnya PBB Toba kena doktrin tidak mau lagi mendukung atau membela terdakwa,” ungkap SP.
Selanjutnya, karena tak pernah melakukan yang dituduhkan kepadanya dan harus mengakui yang tak pernah diperbuat, terdakwa mengambil sikap yaitu lebih baik menjalani hukuman dipenjara apapun keputusannya, daripada mengakui yang tidak pernah dilakukannya.
“Tapi kata terdakwa kepada kami, ingat dendamku akan kupertaruhkan nantinya setelah saya menjalani hukuman,” ungkap terdakwa seperti ditirukan SP.
Diakhir testimoni, SP menegaskan masalah itu adalah murni masalah keluarga antara kakek nenek yang masih sedarah tempo dulu. Tapi dengan cara inilah dibuat keluarga korban memperkarakan pihak keluarga terdakwa.
Penasehat Hukum Bilang Sarat Kejanggalan di Persidangan
Penasehat hukum terdakwa Paul JJ Tambunan, Marthin Van Hof Manurung, dan Riawindo Asay Sormin mengatakan yang memberatkan terdakwa adalah keterangan saksi ahli dalam keterangan tertulisnya di BAP yang disebut ada lecet kemerahan mungkin akibat perbuatan terdakwa.
Lanjut Paul mengatakan setelah beberapa kali ditunda persidangan dengan agenda mendengar keterangan saksi ahli maka kali ini saksi ahli yang melakukan visum itu sudah hadir.
Dalam kesaksian dokter ahli kandungan yang melakukan visum menyebut lecet kemerahan yang ada disekitaran kemaluan anak diduga korban, bisa terjadi jika posisi tindakan pencabulan itu pada posisi berhadapan.
Akan tetapi dalam keterangan anak yang merupakan saksi korban menerangkan bahwa posisinya saat itu berada membelakangi terdakwa.
“Dokter yang melakukan visum itu berkata lecet kemerahan yang ada disekitar kemaluan anak itu hanya bisa terjadi jika pelaku dengan korban saling berhadapan, namun keterangan anak yang merupakan saksi korban, korban membelakangi terdakwa,” ungkap Paul JJ Tambunan dan timnya, Senin (5/12/2022).
Dari kesaksian-kesaksian itu, sebut Paul pihaknya menemukan kejanggalan-kejanggalan, yaitu mulai dari ketika di BAP oleh penyidik kepolisian.
“Penyidik tidak menggandeng psikolog anak dari KPAI atau Instansi-instansi yang benar-benar paham dan ahli dalam menangani kasus-kasus pencabulan,” bebernya.
Bahkan, kata Paul lagi untuk pendamping sosial sebenarnya juga tidak pernah mendampingi saksi pada saat anak proses BAP di penyidikan kepolisian. Akan tetapi dalam BAP terlihat ada tandatangan pekerja sosial dari Dinas Sosial Kabupaten Toba.
Hal ini menurutnya terlihat jelas dalam surat Kepolisian Resor Toba kepada Dinas Sosial Kabupaten Toba pada tanggal 28 September 2022, bahkan anak-anak saksi yang hadir dipersidangan tidak mengenali pekerja sosial yang hadir juga dalam persidangan tersebut.
“Kami selaku penasehat hukum terdakwa sangat menyayangkan hal-hal seperti ini bisa terjadi, bagaimana penegakan hukum kita bisa berjalan dengan baik jika oknum-oknum yang seharusnya turut serta seperti tidak serius dalam menjalankan tugasnya,” jelas Paul JJ Tambunan.
Selaku kuasa hukum mempertegas pada Pasal 23 Undang-Undang No 11 Tahun 2012 Tentang sistem Peradilan anak, bahwa anak wajib diberikan bantuan hukum dan didampingi pembimbing kemasyarakatan, orang tua atau orang yang dipercaya anak selaku korban atau saksi, dan pekerja sosial dalam setiap tingkatan pemeriksaan.
Oleh karena itu, ia berharap diperiksanya saksi-saksi dan saksi ahli yang diajukan jaksa sebagai saksi a Charge atau saksi yang memberatkan kliennya sebagai terdakwa dapat membantu hakim yang merupakan wakil Tuhan di Pengadilan Negeri Balige dalam menemukan kebenaran materil dalam kasus yang dituduhkan kepada klien-nya.
Bahkan dari awal kata Paul, sudah banyak tuduhan-tuduhan sadis dan keji terhadap klien-nya sebagaimana yang diposting oleh salah satu akun media sosial yang mengatakan kliennya adalah predator seksual.
“Padahal dalam keterangan saksi ahli yang melakukan visum dan memberikan keterangan dalam persidangan tadi, jelas tidak ada bentuk kekerasan yang terjadi pada anak yang saat ini mengaku sebagai korban,” tegasnya.
Budi Erianto Manurung didakwa melakukan dugaan pencabulan pada anak tanggal 18 Juli 2022 di Kabupaten Toba Sumatera Utara hingga dilaporkan orangtua korban tanggal 21 Juli 2022 lalu ke Polres Toba. (JN-PS)