JELAJAHNEWS.ID – Pengadilan Negeri (PN) Medan memberikan vonis bebas terhadap terdakwa kasus korupsi Rp39,5 miliar dan tindak pidana pencucian uang (TPPU), Mujianto.
Konglomerat sekaligus Direktur PT Agung Cemara Realty (ACR) tersebut dinilai tidak terbukti bersalah oleh Ketua majelis hakim, Immanuel Tarigan, dalam kasus korupsi tersebut.
“Membebaskan terdakwa oleh karena itu dari semua dakwaan penuntut umum,” kata Immanuel di PN Medan, dilansir Merdeka.com, Jumat (23/12/2022).
Bukan hanya itu, majelis hakim juga memulihkan seluruh hak terdakwa. “Baik dalam kemampuan kedudukan, harkat, dan martabatnya,” ujar Immanuel.
Menanggapi vonis tersebut, jaksa penuntut umum (JPU) Nurdiono mengajukan kasasi. “Kasasi Yang Mulia,” katanya.
Sebelumnya, JPU menuntut Mujianto dengan hukuman sembilan tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider satu tahun kurungan.
Mujianto dinilai telah melakukan korupsi dan TPPU. Mujianto juga dituntut untuk membayar uang pengganti kerugian negara senilai Rp13 miliar subsider 4 tahun 3 bulan penjara.
Dalam dakwaan, Mujianto dinilai telah melanggar Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Ayat (1) huruf b Undang-Undang RI No 31 Tahun 1999 juncto UU RI No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana dan Pasal 5 Ayat (1) UU No 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Perkara ini berawal saat Mujianto melakukan pengikatan perjanjian jual beli tanah kepada Canakya Suman seluas 13.680 meter persegi yang terletak di Desa Helvetia Kecamatan Labuhan Deli, Kabupaten Deli Serdang, Sumut.
Selanjutnya, PT KAYA dengan Direkturnya Canakya Suman mengajukan kredit modal kerja kredit konstruksi Kredit Yasa Griya di Bank BTN Medan dengan plafon Rp39,5 miliar untuk pengembangan perumahan Takapuna Residence di Jalan Kapten Sumarsono dan menjadi kredit macet. Diduga terdapat tindakan pidana yang mengakibatkan kerugian keuangan negara.
Kemudian, dalam rangkaian pencairan kredit tersebut tidak sesuai dengan proses dan aturan yang berlaku dalam penyetujuan kredit di perbankan. Akibatnya ditemukan tindakan pidana yang mengakibatkan kerugian keuangan negara Rp39,5 miliar. (JN/*).