JELAJAHNEWS.ID, MEDAN – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumatera Utara (Sumut) menjajaki pemanfaatan teknologi pertanian presisi dari perusahaan Lead Tech International (LTI). Pertanian presisi merupakan sistem pertanian yang mengoptimalkan sumber daya untuk hasil yang maksimal.
Pertanian presisi (precision agriculture) merupakan sistem pertanian modern yang mengaplikasikan penggunaan sensor di lahan pertanian dan penyediaan ruang kontrol (control room). Dengan teknologi ini memungkinkan untuk memantau kebutuhan dan pertumbuhan tanaman secara terukur dan otomatis.
Teknologi ini diklaim akan meningkatkan produktivitas tanaman hingga 300%. Menghemat konsumsi air hingga 50%, serta menghemat pupuk sampai 70 %, jika dibandingkan dengan metode konvensional. Sistem ini juga dapat diterapkan pada semua jenis lahan, cuaca, dan semua dataran.
Gubernur Sumut Edy Rahmayadi tertarik untuk melakukan uji coba terhadap sistem ini. Jika cocok, maka akan digunakan dalam upaya meningkatkan produksi pertanian di Sumut.
Hal tersebut disampaikan Gubernur saat memimpin rapat dengan PT Buana Selaras Investment dan pihak terkait mengenai sistem pertanian presisi di Aula Tengku Rizal Nurdin, Rumah Dinas Gubernur, Jalan Jenderal Sudirman Nomor 41 Medan, Rabu (19/5). “Salah satu visi kami adalah pertanian, ini yang harus kita galakkan, inovasi dan kreativitas, kita akan uji coba dulu,” katanya.
Gubernur memaparkan kondisi produksi pertanian di Sumut. Untuk komoditas seperti cabai merah, beras, cabai rawit surplus. Sementara produksi bawang merah baru mampu memenuhi sekitar 60,07% kebutuhan masyarakat, dan bawang putih 5,1%.
“Kondisi tersebut perlu dibenahi. Sehingga seluruh komoditas pertanian kita bisa surplus,” ujar Edy Rahmayadi.
Jika seluruh komoditas pertanian Sumut surplus, kata Edy, maka bisa mencukupi kebutuhan Pulau Sumatera. Penghasilan Asli Daerah (PAD) Sumut juga meningkat. Untuk itu, diharapkan teknologi pertanian tersebut dapat meningkatkan produksi pertanian di Sumut.
Sementara itu, Direktur Utama PT Buwana Selaras Investment Wijayanto selaku pemegang lisensi sistem LTI memaparkan berbagai keunggulan sistem tersebut. Di antaranya produktivitas tanaman pertanian jauh lebih tinggi dibanding metode lain. Ia mencontohkan untuk tanaman jagung dalam satu hektare (ha) lahan bisa menghasilkan 27 ton/ha. Berbeda dengan metode konvensional yang hanya mampu menghasilkan sembilan ton/ha.
Sistem LTI menggunakan protokol tanaman padat. Dengan metode ini, sumber daya yang digunakan seperti air akan lebih hemat. Selain itu, siklus pertumbuhan bisa lebih singkat. “Jagung bisa dipanen dalam rentang waktu 2,5 bulan beda dengan metode konvensional yang panen dalam 3 sampai 4 bulan,” jelas Wijayanto.(JN/Jai)