JELAJAHNEWS.ID, BELAWAN – Sumatera Utara (Sumut) memiliki luas wilayah sebesar 182.414,25 Km², dimana luas wilayah lautan yang dimiliki sebesar 109.443,02 Km² yang tersebar di 16 Kabupaten/Kota dan salah satunya ialah Kota Medan.
Akan tetapi, sektor perikanan di Kota Medan masih kurang diperhatikan Pemerintah di karenakan kontribusi terhadap pembentukan PDRB Kita Medan yang kecil. Parahnya lagi, alokasi anggaran sektor perikanan dan kelautan baik di tingkat pemerintah provinsi maupun kota, hanya menyediakan sekitar 1% dari total keseluruhan anggaran di APBD.
“Sehingga demikian, FITRA Sumut menilai bahwa Pemerintah Provinsi maupun Pemko Medan Belum berpihak pada nelayan tradisional yang ada. Belum lagi pemerintah juga mempunyai program BBM bersubsidi untuk nelayan >30 GT,” sebut Pembina FITRA Sumut, Kusbianto dalam diskusi publik dengan tema ‘Membuka Akses BBM Bersubsidi untuk Nelayan Tradisional’ yang dilaskanakan oleh FITRA Sumut bersama dengan DPD KNTI Kota Medan di aula PPS Belawan, Senin (5/10/2020) sore.
Lebih jauh Kusbianto mengatakan, dari 1408 nelayan tradisional yang di survey oleh FITRA Sumut bersama KNTI Medan, tak satupun nelayan tradisional yang bisa mengakses BBM bersubsidi tersebut. Bahkan, katanya, para nelayan tradisional juga mengalami kesulitan dalam mengakses surat rekomendasi BBM bersubsidi karena tidak dapat memenuhi syarat administrasi, yaitu adanya PAS kecil dan Buku Kapal.
“Dan sebagian besar nelayan ini juga tidak mengetahui apa manfaat dari PAS kecil dan Buku Kapal yang dikeluarkan oleh Pemerintah. Sehingga mereka harus membeli BBM dengan harga Rp.7.000 – Rp.7.500 perliternya jika ingin melaut,” ucap Kusbianto seraya menyebutkan, hanya 2 SPBN yang aktif dari 7 SPBN yang ada di Belawan.
Oleh karenanya, FITRA Sumut pun menyimpulkan bahwa anggaran sektor Perikanan dan Kelautan baik di tingkat Provinsi maupun Pemko Medan belum memadai untuk memberikan kemudahan bagi nelayan dalam mengakses persyaratan surat rekomendasi BBM bersubsidi.
“Untuk itu kami menyarankan agar pemerintah harus mempermudah, bahkan bila perlu melakukan jemput bola ke nelayan untuk pengurusan PAS kecil dan Buku Kapal. Selain itu, terkait BBM bersubsidi untuk nelayan tradisional, Pemerintah juga harus menaikkan kuotanya untuk di Kota Medan serta membuka informasi kuota BBM bersubsidi untuk tiap SPBN/SPDN/SPBU yang ada di Belawan,” terang Kusbianto menyarankan.
Kemudian Ketua DPP KNTI Kota Medan, M. Isa Albasir pun menambahkan, berdasarkan hasil monitoring pendataan akses BBM bersubsidi bagi 1408 orang nelayan tradisional di Kota Medan yang dilakukan KNTI Medan, ditemukan fakta-fakta penting. Dimana salah satunya yaitu soal pembelian BBM yang menyerap hingga 60% biaya operasional untuk melaut.
“Maka dari itu, adanya Program BBM bersubsidi ini menjadi harapan baru bagi nelayan nelayan tradisional/kecil dengan kapal di bawah 10 GT. Namun sayangnya, tak ada satupun nelayan tradisional/kecil disini (Belawan) yang dapat mengakses BBM Bersubsidi tersebut,” terang Basir.
Lebih lanjut Basir pun menjelaskan, hal lain yang menjadi pertimbangan nelayan adalah jauhnya jarak lokasi SPBU/SPBN dari tempat tinggal, sementara surat rekomendasi yang diterbitkan hanya dapat dipakai untuk 1 kali pembelian BBM bersubsidi seharga Rp.5.150/perliter dengan minimal pembelian sebanyak 35 liter.
“Padahal untuk 1 kali melaut, nelayan tradisional/kecil itu hanya membutuhkan 6 – 7 liter. Sehingga hal ini dianggap merepotkan bagi nelayan, yang pada akhirnya mereka lebih memilih membeli BBM non-subsidi secara eceran di dekat tempat tinggalnya dengan harga Rp.6500 – Rp.7000 perliter. Dan itu juga bisa mereka beli kapanpun waktunya, bahkan juga mereka bisa berhutang kepada si penjual,” ungkapnya.
Sementara itu, Kepala Bidang Perikanan Tangkap Dinas Pertanian & Perikanan Kota Medan, Friska Irnawati Purba yang juga menjadi narasumber dalam diskusi tersebut pun membenarkan bahwa kewenangan untuk mengeluarkan surat rekomendasi kapal ukuran <5GT berada dibawah Dinas Pertanian dan Perikanan Kota Medan.
“Surat rekomendasi itu adalah syarat untuk kelengkapan dokumen PAS Kecil, Bukti Pencatatan Kapal Perikanan dan Kartu Kusuka,” kata Friska.
Akan tetapi, sambungnya, untuk PAS Kecil itu diterbitkan oleh Kantor Kesyahbandaran Utama. Sementara untuk Bukti Pencatatan Kapal Perikanan dan Kartu Kusuka diurus di Dinas Pertanian dan Perikanan Kota Medan yang harus diperpanjang setiap tahunnya.
Terkait dengan BBM bersubsidi, Friska pun seakan enggan berkomentar banyak akan hal itu. Dikatakannya bahwa dirinya tidak memiliki kewenangan terkait hal tersebut. Oleh karenanya, kata Friska, apa yang menjadi keluhan nelayan tradisional terkait BBM bersubsidi ini akan disampaikannya kepada Kepala Dinas Pertanian dan Kealautan Kota Medan.
“Soal BBM bersubsidi ini, saya tidak bisa mengambil keputusan. Karena dalam hal ini harus ada koordinasi lintas sektoral, dari Dinas Kota Medan, Dinas Provinsi, dan pihak PERTAMINA itu sendiri. Maka dari itu, soal BBM bersubsidi ini akan saya sampaikan langsung kepada Kepala Dinas untuk dapat segera ditindaklanjuti,” tandas Friska. (IP)