Sri Mulyani Bahas Dampak Kebijakan Presiden AS Trump Picu Perang Ekonomi

JELAJAHNEWS.ID – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan dampak kebijakan (executive order) yang dikeluarkan oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Menurut Sri Mulyani, kebijakan tersebut telah memicu apa yang ia sebut sebagai “perang ekonomi” atau war game.

Sri Mulyani menjelaskan bahwa sejak Trump menjabat kembali sebagai Presiden AS, terjadi perubahan signifikan dalam perekonomian global, yang sebelumnya mengutamakan multilateralisme kini beralih menjadi unilateralisme atau kebijakan sepihak. Hal ini bisa dilihat dari kebijakan tarif impor yang dikenakan oleh AS terhadap sejumlah negara.

“Ini yang disebut war game sekarang di bidang ekonomi. Perdagangan yang tadinya berdasarkan aturan bersama bisa diubah secara sepihak, dan Presiden Trump fokus pada negara-negara yang memiliki surplus perdagangan terhadap AS,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTA di kantornya, Jakarta Pusat, Kamis (13/3/2025).

Sri Mulyani mencatat ada sekitar 20 negara yang mencatatkan surplus perdagangan terhadap AS. Selain China dan Vietnam, Indonesia juga termasuk dalam daftar negara yang mengalami surplus tersebut.

Trump kemudian mulai memberlakukan tarif perdagangan tambahan untuk berbagai barang ekspor dari negara-negara yang memiliki surplus perdagangan terhadap AS. Tarif ini juga dikenakan terhadap negara-negara mitra dagang dan tetangga AS.

Sebagai contoh, Trump mengenakan tarif impor 10% untuk energi dan 25% untuk produk lainnya dari Kanada, 25% untuk Meksiko, dan 10% untuk China.

Pengenaan tarif ini memicu aksi balasan dari negara-negara tersebut. China, misalnya, membalas dengan mengenakan tarif 15% untuk batubara dan LNG, 10% untuk minyak mentah, dan mesin pertanian dari AS. Sementara itu, Kanada mengenakan tarif 25% untuk berbagai produk impor dari AS.

Melihat situasi ini, Sri Mulyani menyatakan bahwa negara-negara yang sebelumnya dianggap sebagai “friendshoring” (teman perdagangan) kini tidak lagi berada dalam posisi tersebut, seperti yang terjadi antara Kanada dan AS. Saat ini, definisi “teman” dalam hubungan ekonomi global tidak lagi berlaku.

“Ini membuat semua negara berpikir ulang tentang peta dunia ekonomi. Selama ini yang dianggap aman bahkan jika berstatus friendshoring, kini ternyata tidak ada lagi ‘teman’ dalam konteks perdagangan internasional,” ujar Sri Mulyani.

“Perhatikan bagaimana hubungan Kanada dan Amerika yang dulu dikatakan aman karena berteman, namun saat ini, definisi ‘teman’ dalam perdagangan global sudah tidak lagi berlaku,” tambahnya.

Sri Mulyani kemudian menjelaskan dampak yang mungkin dirasakan Indonesia jika terkena kebijakan Trump ini. Salah satunya adalah meningkatnya biaya dari supply chain sektor manufaktur, terutama di sektor digital. Rantai pasok pun diperkirakan akan terganggu, harga komoditas akan lebih volatil, dan sentimen pasar akan terpengaruh.

Dari perspektif global, Sri Mulyani menilai bahwa kebijakan ini berpotensi memicu relokasi dan rekonfigurasi rantai pasok, yang pada gilirannya akan memperkuat blok-blok ekonomi di luar Amerika, seperti ASEAN dan BRICS.

“Presiden Prabowo selalu mengingatkan kita untuk mempersiapkan diri dan memperkuat ekonomi nasional karena dunia kini tidak lagi seperti yang kita kenal, dan menjadi sangat unilateralis,” ujar Sri Mulyani, mengingatkan pentingnya menjaga kepentingan dan kedaulatan Indonesia di tengah perubahan besar ini.(jn/dtc)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 komentar