JELAJAHNEWS.ID, JAKARTA – Guna membangkitkan UMKM dari dampak yang ditimbulkan pandemi covid-19, pemerintah dan berbagai pemangku kepentingan pun saling bahu membahu berupaya memulihkan perekonomian nasional lewat beragam program.
Tak tanggung-tangung, pemerintah pun mengalokasikan anggaran sebesar Rp.695,2 triliun untuk bidang perekonomian dan kesehatan dalam masa pandemi ini. Dimana salah satu alokasi anggaran tertinggi adalah untuk menyokong UMKM, sebesar Rp.123,46 triliun dalam bentuk program subsidi bunga, penjaminan kredit, relaksasi pajak, dan bantuan produktif.
Selain itu, pemerintah juga melakukan pendampingan bagi pengelolaan usaha, sumber daya manusia, sarana prasarana, termasuk memfasilitasi digitalisasi UMKM. Digitalisasi UMKM pada dasarnya adalah agenda besar pemerintah untuk melakukan pemulihan juga transformasi ekonomi digital.
Kepala UKM Center Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Indonesia, Zakir Machmud mengatakan, bagi UMKM konvensional yang selama ini lebih banyak bertransaksi secara tradisional, bertatap muka baik dengan konsumen maupun penyedia bahan baku, sistem digitalisasi akan sangat membantu mereka di masa pandemi ini.
“Sekarang salah satu cara bertahan di saat pandemi adalah digitalisasi. Dengan bertransformasi secara digital, hubungan dengan konsumen maupun dengan penyedia bahan baku bisa dilakukan,” ujarnya, baru-baru ini.
Upaya mendigitalisasi proses bisnis pelaku UMKM, terutama yang masih asing dengan perkembangan teknologi, masih sulit karena terbentur pola pikir pelakunya sendiri.
“Jadi walaupun kita bicara digitalisasi, kita tetap harus melakukan pendampingan. Pendampingan itu macam-macam bentuknya, bisa melalui training, coaching, gathering, dan konsultasi. Intinya UMKM harus mempersiapkan diri ke arah digitalisasi,” ungkap Zakir.
Perjalanan ke arah proses bisnis digital ini diakui Zakir membawa perubahan. Meski demikian, katanya, kita jangan lupa bahwa dengan digital itu ada peluang baru juga yang akan muncul. Dan peluang baru ini akan besar efeknya dalam perekonomian.
“Istilahnya dalam perubahan itu pasti ada yang dikalahkan (looser) dan yang bangkit (gainer),” terangnya.
Kehadiran program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) menurut Zakir sendiri merupakan bentuk kehadiran negara bagi pelaku UMKM. Namun, jelasnya, kita juga harus melihat bahwa yang bisa memanfaatkan hal tersebut jumlahnya masih terbatas.
“Karena mayoritas UMKM ada di level Mikro yang belum tersentuh layanan perbankan, atau belum memiliki NPWP. Sehingga butuh penanganan khusus seperti Bantuan Produktif Usaha Mikro (BPUM), ini yang membantu usaha Mikro yang sebelumnya turun paling tidak kembali ke titik semula,” jelasnya.
Saat ini, kata Zakir lagi, dengan adanya perubahan situasi, UMKM juga harus mampu beradaptasi. Salah satu caranya adalah dengan digitalisasi dan mempersiapkan diri untuk masuk ke dunia baru.
“Digital itu bukan sekedar masuk saja, tapi juga harus mempersiapkan diri untuk perubahan dan konsekuensinya,” pungkas Zakir.
Sementara itu, Head of Sales Wahyoo, Triatmojo Suprasetyo, sebuah start up aplikasi bagi usaha warung makan, mengatakan tidak menampik apabila saat ini, segala aspek tengah bertransformasi ke arah digitalisasi untuk menjawab lanskap perubahan akibat pandemi covid-19.
“Dukungan digitalisasi khususnya pada warung-warung makan berimbas positif pada pelaku bisnis. Dukungan yang kami berikan kita sebut P3K (Pelatihan, Pembimbingan, Pendapatan, dan Kemudahan). Ini yang menaikan derajat pelaku UMKM kita, terutama pemilik warung makan,” jelasnya.
Kehadiran aplikasi seperti Wahyoo pun dinilai turut membantu mentransformasi UMKM ke arah proses bisnis digital.
“Mereka itu kita bantu naik kelas dengan digitalisasi dari segi apapun. Dari situ kita bisa lihat cashflow mereka, kita bisa tahu apa kebutuhan mereka. Kuncinya saat ini adalah, segera berubah dari segi inovasi, sehingga UMKM bisa menaikan kelas. Jadi harus benar-benar melek digital,” tandas Triatmojo. (lec)