JELAJAHNEWS.ID, JAKARTA – Research Center For Security and Violent Extremism Center for Strategic and Global Studies (SKSG UI) Depok menyelenggarakan “Simposium Nasional Dialog Papua: Refleksi, Visi dan Aksi”, di Hotel Sultan, Senin (10/5/2021).
Simposium Nasional tersebut dihadiri, Direktur SKSG UI, Athor Subroto, Kabaintelkam Mabes Polri, Komjen Paulus Waterpauw, Dirjen Otonomi Daerah/Kementerian Dalam Negeri, Drs. Akmal Malik, M.Si, Rektor Universitas Cendrawasih, Dr Apolo Safanpo, MT, Tokoh Papua, Fredy Numberi, Peneliti LIPI, Prof. Dr. Cahyo Pamungkas, Direktur Eksekutif Institute For Peace and Security Studies (IPSS), Dr. Sri Yunanto, Dosen Kajian Ketahanan Nasional SKSG UI, Dr. Margaretha Hanita M.Si, dan Anggota DPR RI.
Agenda ini diinisiasi untuk menghimpun pemikiran dan menjalin komunikasi serta menumbuhkan rasa persaudaraan dan kekeluargaan antara mahasiswa/i asal Papua, Organisasi Lintas Kepemudaan, Lintas Mahasiswa serta Lintas Akademisi tanpa membedakan suku, agama, dan budaya untuk membincangkan persoalan dan solusi untuk Papua.
Kepala Badan Intelejen Keamanan Polri, Komjen Paulus Waterpauw mengatakan ada harapan dialog nasional untuk menyelesaikan masalah Papua, sehingga terwujud di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Harapan ini muncul disebabkan rekam jejak Jokowi sebagai Kepala Negara diwarnai dengan dialog tanpa kekerasan ketika menyelesaikan berbagai masalah.
Paulus memberikan saran agar penyelesaian konflik di Papua diselesaikan dengan cara pendekatan kolaboratif.
“Penyelesaian konflik di Papua diperlukan pendekatan secara kolaboratif dan holistik. Persoalan Papua yang complicated dan multi dimensi ini perlu dipahami dalam spektrum yang lebih luas,” kata Paulus.
Rektor Universitas Cenderawasih Dr. Ir. Apolo Safanpo, MT mengatakan penanganan kasus kekerasan yang terjadi di Papua memerlukan pendekatan kolaboratif dan holistik agar persoalan yang terjadi dapat segera selesai.
Masih terjadinya kasus kekerasan menjadi bukti bahwa pendekatan yang dilakukan pemerintah untuk menangani konflik tersebut dinilai kurang tepat.
Menurutnya, pendekatan kolaboratif dalam penyelesaian konflik di Papua harus mensyaratkan kerja sama, interaksi dan kesepakatan bersama.
“Nah, inilah yang perlu dikaji lebih dalam. Ini memacu kita untuk kembali mengidentifikasi persoalan yang menjadi penyebab konflik. Identifikasi akar persoalan tersebut membutuhkan penyelesaian secara kolaboratif, komprehensif dan holistik,” tutur Rektor Uncen.
Sementara itu, Fredy Numberi yang merupakan Tokoh Papua mengatakan disisi lain, aksi kekerasan juga dilakukan oleh Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) dalam sebulan terakhir telah menewaskan aparat keamanan.
Pendekatan dialog dapat dilakukan pemerintah untuk menyelesaikan sejumlah persoalan yang dialami masyarakat Papua, seperti diskriminasi dan ketidakadilan.
“Dialog damai sebagai strategi penyelesaian siklus kekerasan dan membuka jalan untuk isu-isu lain, ketidakadilan, diskriminasi, hak ulayat dan sebagainya,” kata Fredy dalam diskusi.(JN/Rf)