MEDAN – Tertib bahasa negara dan bahasa daerah cenderung terjadi dengan penguatan bahasa asing di ruang publik.
Penguatan bahasa asing ini, khususnya bahasa Inggris, disebabkan oleh arus informasi dan komunikasi global yang semakin deras bersamaan dengan mobilitas penduduk antar negara yang makin intens. Menyikapi fenomena tersebut, diperlukan penguatan sikap tertib berbahasa, khususnya di ruang publik, sebagai salah satu upaya dan langkah melestarikan bahasa.
Hal ini disampaikan oleh Sekretaris Daerah Provinsi Sumatera Utara (Sekdaprovsu), R. Sabrina saat membuka sekaligus menjadi pembicara pada kegiatan Sinkronisasi Kebijakan Kebahasaan dengan Pemerintah Daerah di Le Polonia Hotel and Convention, belum lama ini.
“Bahasa Indonesia sebagai bahasa negara sekaligus merupakan jati diri Bangsa Indonesia. Artinya, harus sama-sama kita jaga. Kesadaran ini dulu yang harus kita miliki. Kemudian, caranya adalah dengan tertib dan disiplin berbahasa Indonesia dengan baik dan benar khususnya di ruang publik,” ujar Sabrina.
Sebagai bentuk perlindungan terhadap bahasa, Sabrina mengatakan bahwa Pemprovsu telah memiliki perangkat peraturan yaitu Peraturan Daerah (Perda) Nomor 8 Tahun 2017 tentang Pengutamaan Bahasa Indonesia dan Perlindungan Bahasa Daerah dan Sastra Daerah.
“Kita akui mungkin pelaksanaanya belum maksimal. Ini menandakan bahwa pemerintah tidak bisa berjalan sendirian, diperlukan kerja sama seluruh pihak dalam melindungi bahasa. Semoga hasil dari sinkronisasi kebijakan kebahasaan hari ini memberikan sumbangan besar terhadap upaya perlindungan dan pelestarian bahasa,” harap Sabrina.
Kepada Balai Bahasa Sumut, Sabrina juga menyampaikan harapan agar senantiasa dilakukan penggalian, pelestarian dan memperkaya khasanah daerah. Pada tatanan historis, tokoh dari Sumut yaitu Sanusi Pane mewakili Djong Batak pada Kongres I Pemuda Tahun 1926. Selain itu, jejak awal Bahasa Melayu juga diketahui berasal dari Sumut yaitu Barus.
“Hal ini menjadi salah satu alasan kita dipercayakan sebagai tuan rumah Kongres Bahasa II pada tahun 1954,” katanya.
Sebelumnya, Kepala Balai Bahasa Sumut, Maryanto mengatakan bahwa sinkronisasi kebijakan kebahasaan dengan pemerintah daerah diselenggarakan untuk mendukung dan memperkuat Perda Sumut Nomor 8 Tahun 2017 tentang Pengutamaan Bahasa Indonesia dan Perlindungan Bahasa Daerah dan Sastra Daerah.
“Perda Sumut Nomor 8 Tahun 2017 merupakan kepeloporan Sumut dalam melindungi bahasa, karena produk hukum perda ini baru satu-satunya di Indonesia. Daerah lain masih sedang dalam proses penyusunan. Untuk itu Perda ini perlu kita perkuat dengan sosialisasi dan seperti harapan Bu Sekda, diperlukan kajian yang memperkaya khasanah daerah,” ucap Maryanto.
Balai Bahasa Sumut, terang Maryanto, telah melakukan beberapa kajian akademis untuk memperkuat kepeloporan Sumut dalam pergerakan kebahasaan nasional. Di antaranya, diskusi akademis tentang Kepeloporan Sastrawan Melayu Klasik, diskusi akademis tentang Obor Peradaban Barus dalam Jejak Melayu Lingua Franca.
Sinkronisasi Kebijakan Kebahasaan dengan Pemerintah Daerah diikuti oleh Sekda dan Kepala Dinas Pendidikan dari Medan, Binjai, Tebing Tinggi, Deliserdang, Langkat, Serdang Bedagai, Batubara, Karo dan Tapanuli Tengah. Adapun narasumber yang mengisi acara selain Sekda Sabrina adalah Ketua Forum Guru Besar Sumut Amin Saragih dan Sekretaris Ombudsman Ferry Indra Sakti. (IP)