JABAR – Menanggapi tulisan yang dibuat Sri Bintang Pamungkas, Ketua Yayasan Yayasan Karunia Aksi Bangsa Indonesia (YKABI) Daniel Edward Suhendra, SE, sangat menyayangkan proses peradilan pidana narkotika yang terjadi di seluruh Indonesia. Sidangnya seperti main-main tetapi hukuman yang di dapat oleh terpidana Narkotika bukan Main!, Hukuman tidak lagi memikirkan dampak yang terjadi ke kehidupan sosial korban peradilan narkotika, it’s only checking the boxes.
“Jangan dikesampingkan bahwa banyak anak bangsa yang kehilangan orang tua karena harus menjalani hukuman hasil persidangan itu. Pada hakikatnya pengguna narkotika hanya merugikan diri sendiri, tidak merugikan orang lain,” ungkap Daniel, Senin(20/4/2020).
Belum lagi pengguna narkotika di bawah umur, banyak yang menjalani proses dari mulai upaya paksa penyidikan, berupa penangkapan, penggeledahan, penahanan, penyitaan, pemeriksaan surat hingga proses persidangan dan putusan, semua dijalani layaknya orang dewasa. Hukuman yang diberikan juga tidak mempertimbangkan bahwa pengguna di bawah umur tersebut menjadi putus sekolah karena harus menjalani hukuman pidana.
“Kami sangat menyayangkan penegakan hukum kasus narkotika masih tebang pilih,” kata Ketua Pengawas YKABI Wan Traga Duvan Baros, mengamini pernyataan Sri Bintang Pamungkas dan Daniel Edward Suhendra, SE.
Ia mengatakan bahwa penegakan hukum kasus narkotika tajam ke bawah tumpul ke atas. Hanya orang yang memiliki uang dan koneksi yang akan mendapatkan keistimewaan rehabilitasi atau hukuman lebih ringan dari orang yang kurang atau tidak memiliki uang.
Disebutkan, kasus yang menimpa HHY, putri Sri Bintang Pamungkas juga menjadi perhatiannya karena sampai saat ini, hukuman yang dijatuhkan tidak melalui proses yang transparan.”Faktanya, barang bukti berupa alat hisap atau cangklong yang ada pada HHY tidak memenuhi persyaratan untuk di adili. Sedangkan alat bukti yang berupa laporan dari tersangka lain, tidak dapat dikonfirmasi kebenarannya, karena tidak ada rekaman percakapan atau saling bertukar pesan antara HHY dan tersangka lain tersebut mengenai pemindahtanganan narkotika. Di mana implementasi asas praduga tak bersalah ?”ungkap Wan Traga.
Wan Traga yang juga pernah merehabilitasi HHY di mana HHY juga menjadi staf rehabilitasi di Rumah Cemara, Bandung, sangat menyayangkan jika kasus HHY ini di kait-kaitkan dengan kepentingan orang lain yang tidak bertanggung jawab. Menurut kami, HHY hanya korban dari peredaran narkotika bukan pelaku peredaran narkotika. Oleh karena itu, kami mendesak Majelis Hakim untuk dapat berlaku adil terhadap kasus yang menimpa HHY untuk segera mendapatkan haknya direhabilitasi.
“Kemana kami para korban narkotika mencari keadilan? Apakah kami tidak layak mendapat kesempatan seperti artis-artis, para pejabat atau anak pejabat yang tertangkap langsung kemudian dikirim ke rehabilitasi? Hal ini mencederai asas Equality Before the Law,” tambahnya.
Untuk diketahui,HHY sebagai salah satu contoh kasus korban narkotika yang sudah berjalan hampir 7 bulan namun belum ada putusan hukum sampai siaran pers ini dibuat.”Kami akan terus melakukan pemantauan dan pengawalan terhadap kasus yang menimpa HHY,” Ketua Pengawas YKABI.
Perlu diketahui bahwa saat ini HHY secara fisik sedang sakit di Rutan Pondok Bambu. Di mana tanggung jawab negara dalam memenuhi hak sehat warga negara nya?Apakah Rutan masih dianggap tempat yang layak untuk korban narkotika?.”Semangat Dekriminalisasi kepada pengguna Napza harus tetap di gaungkan untuk salah satu strategi untuk mengatasi permasalahan narkotika di Indonesia,” pungkasnya.(Red)