JELAJAHNEWS.ID, TANJUNGBALAI – Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia menetapkan Walikota Tanjungbalai, H M Syahrial (MS) sebagai tersangka kasus gratifikasi (suap) terhadap penyidik KPK, Stefanus Robin Pattuju (SRP), yang juga telah ditetapkan sebagai tersangka bersama seorang pengacara bernama Maskur Husein (MH), Kamis (22/4/2021).
Pemberian uang suap tersebut dimaksudkan, agar SRP dan MH membantu permasalahan tindak pidana korupsi jual beli jabatan yang terjadi pada tahun 2020 hingga tahun 2021, yang melibatkan MS, sebagai Walikota Tanjungbalai.
Dalam konferensi pers, Kamis (22/4/2021) sekitar pukul 22.00 WIB, Ketua KPK, Firli Bahuri mengatakan bahwa pertemuan awal tersangka Stefanus dengan H M Syahrial dilakukan di rumah dinas anggota DPR berinisial AZ, di daerah Palmerah, Jakarta Selatan pada bulan Oktober 2020.
Dalam pertemuan tersebut, AZ mengenalkan SRP kepada MS. Ketiganya membahas permasalahan penyelidikan terkait dugaan korupsi di Pemerintahan Kota Tanjungbalai yang sedang dilakukan KPK, agar tidak naik ke tahap penyidikan. Dan meminta bantuan SRP agar penyelidikan kasus tersebut tidak ditindaklanjuti oleh KPK.
Kemudian, menindaklanjuti pertemuan di rumah AZ, SRP mengenalkan seorang pengacara, MH kepada MS, untuk bisa membantu permasalahannya.
“SRP bersama MH sepakat untuk membuat komitmen dengan MS, terkait penyelidikan dugaan korupsi di Pemerintah Kota Tanjung Balai untuk tidak ditindaklanjuti oleh KPK dengan menyiapkan uang sebesar Rp1,5 miliar,” kata Firli di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (22/4/2021) malam.
Kemudian kata Firli, tersangka Syahrial menyetujui permintaaan Stefanus dan Maskur. Selanjutnya, Syahrial mentransfer uang 59 kali secara bertahap ke rekening milik Riefka Amalia (RA) saudara Stefanus dan juga Maskur.
“MS memberikan uang secara tunai kepada SRP (Stefanus Robin Pettuju) hingga total uang yang telah diterima SRP sebesar Rp1,3 miliar,” ungkap Firli.
Disebutkan Firli bahwa pembukaan rekening bank oleh Stefanus dengan menggunakan nama RA, telah disiapkan sejak bulan Juli 2020 atas inisiatif Maskur.
Setelah Stefanus menerima uang sebesar Rp1,3 miliar, ia menjanjikan tidak akan ada pengusutan kasus korupsi di Kota Tanjungbalai oleh KPK.
Uang Rp1,3 miliar yang sudah masuk ke kantong Stefanus itu kemudian dibagikan kepada Maskur sejumlah Rp525 juta.
Firli menambahkan, bahwa Markus juga menerima uang dari pihak lain Rp200 Juta. Sedangkan, Stefanus menerima uang dari pihak lain sebesar Rp438 Juta.
“SRP dari bulan Oktober 2020 sampai April 2021 juga diduga menerima uang dari pihak lain melalui transfer rekening bank atas nama RA sebesar Rp438 Juta,” ungkapnya.
Firli juga menerangkan, Stefanus dan Maskur Syahrial disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 dan Pasal 12B UU No. 31 Tahun 1999 UU No. 20 sebagaimana yang telah diubah dan ditambah UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara Walikota Tanjungbalai, H M Syahrial disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 UU No. 20 sebagaimana yang telah diubah dan ditambah UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Untuk proses penyidikan lebih lanjut, Stefanus dan Maskur langsung dilakukan penahanan selama 20 hari pertama terhitung dimulai tanggal 22 April 2021 sampai dengan 11 Mei 2021,” pungkas Firli.
Sementara itu, walikota Tanjungbalai sebelum di tetap kan jadi tersangka, Penyidik KPK memeriksa Wali Kota Tanjungbalai HM Syahrial selama 5 jam dari pukul 15.00 hingga 20.00 WIB di ruang Unit PPA Polres setempat, Kamis (22/4). Dan Beliau mengaku sudah menjawab pertanyaan penyidik.
“Saya sudah menyampaikan semuanya dengan baik dan benar,” kata Syahrial yang merupakan Walikota termuda di Indonesia.
Syahrial hanya mengangkat tangan dan bergegas pergi saat wartawan bertanya terkait pemerasan oknum penyidik KPK berinisial AKP SR terhadapnya.(A Manalu)