JELAJAHNESW.ID, MEDAN – Keterwakilan perempuan di legislatif Kabupaten/Kota di Sumatera Utara (Sumut) belum ada yang mencapai 30%, begitu pula di tingkat Provinsi Sumut masih 15%. Padahal Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik mengharuskan penyertaan keterwakilan perempuan minimal 30% dalam politik terutama di lembaga perwakilan rakyat.
“Untuk itu, bagi perempuan yang ingin terjun dan terlibat dalam pembangunan khususnya melalui legislatif sangat didukung. Banyak dampak penting keterlibatan perempuan di politik, salah satunya mendorong wujudkan pembangunan yang responsif gender,” ujar Sekretaris Daerah Provinsi Sumut (Sekdaprovsu), R. Sabrina saat membuka kegiatan Pelatihan Pemberdayaan Perempuan Bidang Politik, Hukum dan Sosial di Provinsi Sumut di Gedung Bina Graha, Senin (28/9/2020).
Menurut Sabrina, keterlibatan perempuan dalam politik khususnya legislatif penting lantaran politik identik dengan pengambilan keputusan. Diharapkan dengan semakin banyaknya perempuan terjun ke politik maka aspirasi, kondisi dan permasalahan nyata perempuan di lapangan dapat terserap dan diakomodir dalam agenda pembangunan.
“Selain itu, partisipasi perempuan di politik juga merupakan hak dan kewajiban seorang warga negara yakni perempuan memiliki kesempatan yang sama untuk bisa berpartisipasi di bidang apapun termasuk politik. Artinya, tidak ada diskriminasi. Perempuan juga punya potensi, kualitas dan kesempatan,” katanya.
Pemberdayaan perempuan dalam pembangunan, lanjut Sabrina, terdapat dalam tujuh garis besar konsepsi Nawacita. Tujuh garis besar tersebut yakni tidak berlaku diskriminatif terhadap kelompok atau golongan tertentu dalam negara, menjamin keseteraan dengan warga negara lainnya, memperjuangkan pemenuhan kuota perempuan 30% dalam ranah parpol, juga dalam lembaga eksekutif, yudikatif dan legislatif.
“Memenuhi kebutuhan dan perlindungan sosial bidang kesehatan dan menyediakan jaminan persalinan gratis bagi setiap perempuan yang melakukan persalinan, menyelenggarakan pendidikan 12 tahun yang berkualitas dan tanpa biaya di seluruh Indonesia, serta menerapkan nilai-nilai kesetaraan gender, melaksanakan semua undang-undang untuk penghentian kekerasan terhadap perempuan dan menginisiasi pembuatan peraturan perundang-undagan bagi semua pekerja rumah tangga di dalam maupun luar negeri,” jelas Sabrina.
Sebelumnya, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Sumut, Nurlela menyampaikan bahwa Pelatihan Pemberdayaan Perempuan bidang Politik, Hukum, Sosial diikuti oleh 50 orang anggota legislatif perempuan di Sumut, terdiri atas 5 anggota DPRD Sumut dan 45 anggota DPRD Kabupaten/Kota.
“Pelatihan diharapkan mampu membekali anggota legislatif perempuan agar senantiasa dapat memberikan solusi-solusi alternatif untuk meningkatkan kualitas hidup perempuan dan anak dalam menghadapi tantangan kompleks di masa mendatang. Dan yang paling penting adalah anggota legislatif perempuan perlu terus mengembangkan isu perempuan dan anak serta kesetaraan gender dalam memutuskan peraturan maupun kebijakan daerah,” tutur Nurlela.
Pelatihan dilanjutkan dengan pembekalan materi yang disampaikan Asisten Deputi Bidang Kesetaraan Gender KPPPA RI, Darsono tentang ‘Tugas dan Fungsi DPRD yang Berperspektif Gender’, Kabid II Bidang Politik Dalam Negeri Kesbangpol Sumut, Fazri Efendi Pasaribu tentang ‘Perempuan dan Politik: Peluang, Tantangan dan Hambatan’. Serta Ketua Pusat Studi Gender (PSGA) USU, Ritha Dalimunthe tentang ‘Meningkatkan Kualitas Hidup Perempuan’. (IP)