JELAJAHNEWS.ID – Kasus dugaan menguasai tanah tanpa izin pemilik atau yang berhak di Jalan Budi Kemasyarakatan Pulo Brayan, Kecamatan Medan Barat, Kota Medan pada 5 Juli 2021 silam, hingga kini belum “berhasil” dituntaskan Polrestabes Medan, Rabu (12/10/2022).
Padahal korban sudah melaporkan kasus dugaan tindak pidana tersebut sejak satu setengah tahun silam di Polrestabes Medan. Bukti laporan itu teregristrasi dalam Nomor : STTLP/B/1437/YAN 2.5/K/Vll/2021/SPKT/Restabes Medan, tertanggal 22 Juli 2022 pukul 10.33 WIB.
Namun nyatanya sampai saat ini diduga pelaku yang menguasai tanah masih belum tertangkap alias masih bebas berkeliaran bak tak punya salah. Alhasil korban menilai Polrestabes Medan tidak serius menangani laporannya, lantaran hingga saat ini belum ada kepastian hukum diberikan polisi kepada korban.
Pelapor bernama Bahagia warga Jalan Setia Budi, Kelurahan Tanjung Sari, Kecamatan Medan Selayang telah melaporkan dugaan tindak pidana itu dengan Perpu No 51 tahun 1960 Pasal 6 ayat (1).
Bahagia, selaku pelapor kepada JELAJAHNEWS ID, Rabu (12/10/2022) mengatakan, terpaksa menempuh jalur hukum setelah beberapa kali gagal melakukan mediasi terhadap terlapor inisial M alias Tan Bu Suk.
Pria kelahiran Gunung Sitoli itu menegaskan rumah toko (ruko) miliknya di Jalan Budi Kemasyarakatan, Kelurahan Pulo Brayan Kota, Kecamatan Medan Barat, Kota Medan adalah bukti kepemilikan akte notaris atas nama dirinya.
Alas hak kepemilikan ruko bertingkat beserta tanah 4X16, sebut Bahagia sudah punya akta notaris atas nama dirinya sejak tanggal 8 Juli 2011 lampau.
Awalnya terlapor inisial M menumpang selama 12 tahun di ruko itu, karena saat itu Bahagia merasa kasian kepada M, sehingga M diperbolehkan menempati dan tinggal di ruko tersebut sampai 12 tahun lamanya.
Kemudian, Bahagia dan keluarga berencana membuka usaha baru di ruko itu, karenanya ia meminta baik-baik kepada M supaya pindah serta mengosongkan ruko tersebut.
Namun M justru tidak mau meninggalkan ruko, tetapi malah mengatakan dan mengklaim bahwa ruko itu adalah miliknya.
“Upaya mediasi sudah dilakukan sejak tahun 2012 dan dijawab akan dikosongkan. Tahun 2013 juga kita datangi dan diberi solusi kami mencari rumah kontrakan untuk dia tapi tidak diindahkan juga,” kata Bahagia didampingi istrinya, Rabu (12/10/2022).
Lantaran tidak menemui titik terang, mereka mencoba melakukan upaya mediasi lewat Kantor Pemerintahan Kelurahan Pulo Brayan, namun hasilnya tetap sama, tidak menemui hasil kesepakatan.
M malah menuntut kepada Bahagia supaya ruko itu jadi miliknya sembari berkata punya hak atas ruko, padahal setelah di cek, M tidak punya data resmi dan tidak sah.
Lebih lanjut, Bahagia menyampaikan bahwa sejak kasus dilaporkan ke Polrestabes Medan, sampai hari ini tidak ada kejelasan. Terakhir komunikasi dengan penyidik harus menggunakan Polwan menjemput terlapor, karena beberapa surat panggilan dari penyidik tidak digubris oleh terlapor.
“Terakhir saya telepon penyidik bernama Silaban, katanya penjemputan terlapor harus menggunakan Polwan,” katanya, seraya menyebut sampai hari ini masih di ulur-ulur.
Bahagia menilai tidak ada keseriusan penyidik Polrestabes Medan untuk menuntaskan perkara ini. Sebab ia merasa “Dipermainkan” oleh pihak Polrestabes Medan, dan terbukti satu setengah tahun laporan dirinya tak kunjung selesai.
“Harus berapa tahun saya menunggu keadilan ini, tidakkah cukup satu setengah tahun menunggunya, atau apakah karena saya rakyat biasa dan tak punya uang dan deking di Polri sehingga laporan saya tidak selesai sampai sekarang,” ungkapnya kecewa.
“Saya sudah lelah dengan laporan saya ini seolah-olah tidak ditangani. Saya menghargai kinerja keras penyidik, tapi terlampau panjang proses ini. Saya juga sudah memohon agar keadilan ditegakkan, saya memiliki dokumen sah kepemilikan rumah itu, jadi saya benar-benar memohon laporan saya di proses secepatnya,” tambahnya.
Kapolrestabes Medan Kombes Valentino Alfa Tatareda saat dikonfirmasi wartawan “enggan” memberikan tanggapan. Begitu juga dengan Kasat Reskrim Polrestabes Medan, Kompol Teuku Fathir Mustafa “kompak” dengan atasanya sama-sama “enggan” menanggapi. (JN-BTM)