JELAJAHNEWS.ID, JAKARTA – Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Febrio Nathan Kacaribu mengungkapkan pemerintah kemungkinan tidak akan bisa mengembalikan rasio utang dan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) ke kisaran normal hanya dalam waktu setahun ke depan.
Sebab, defisit diperkirakan masih tetap besar pada tahun depan sehingga dibutuhkan bantuan utang untuk menutupnya. Saat ini, rasio utang Indonesia sebesar 34,53% dari Produk Domestik Bruto (PDB) per Agustus 2020.
Pada kondisi normal, rasio utang berada di bawah 30% dari PDB. Sedangkan defisit anggaran biasanya di bawah 3%. Namun tahun ini diperkirakan bengkak menjadi 6,34%. Defisit bengkak akibat kebutuhan dana penanganan pandemi virus corona atau covid-19.
“Tentang utang, kami punya tantangan, ini tidak mungkin selesai satu tahun. Disiplin fiskal perlu waktu bertahun-tahun buat defisit kita di bawah 3% lagi, bahkan sering di bawah 2%,” ucap Febrio saat sesi tanya jawab bersama awak media secara virtual, belum lama ini.
Febrio mengatakan kebutuhan dana penanganan covid-19 dan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) memang mau tidak mau membuat defisit anggaran akan bengkak pada tahun ini. Begitu juga pada tahun depan karena pemulihan ekonomi masih berlangsung.
Pada tahun ini, dengan defisit APBN 6,34% maka rasio utang akan naik dari kisaran 30% ke 36% dalam satu tahun. Sementara untuk tahun depan, proyeksinya defisit akan sedikit turun ke kisaran 5,7%, sehingga tak drastis kembali ke bawah 3%. Dari proyeksi defisit tersebut, rasio utang diperkirakan tetap tinggi di kisaran 39% sampai 40%. Pasalnya, potensi penerimaan negara belum bisa maksimal ketika pemulihan masih berlangsung.
“Baru mulai 2022 ke 2023, itu (penurunan rasio utang dan defisit APBN) harusnya bisa terjadi karena faktor pertumbuhan ekonomi (yang mulai naik). Kalau pertumbuhan ekonomi terjadi, budget defisit di bawah 3%, pertambahan utang akan lebih lambat dari pertumbuhan PDB,” jelasnya.
Kendati tak bisa menyulap rasio utang dan defisit APBN dengan cepat, namun Febrio mengklaim kondisi Indonesia masih jauh lebih baik dari negara-negara lain.
“Rasio utang kita cuma 30 persenan, negara berkembang lainnya rata-rata 50% ke atas. Banyak negara yang 60%, 70%. Komparasi ini penting karena menyangkut kredibilitas fiskal,” pungkasnya. (cni)