JELAJAHNEWS.ID, JAKARTA – Presiden Joko Widodo, tanggal 13 Oktober 2020, telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60 Tahun 2020 tentang Unit Layanan Disabilitas Bidang Ketenagakerjaan. Penerbitan PP ini merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, sebagai wujud komitmen dan kesungguhan pemerintah untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi hak Penyandang Disabilitas yang pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan.
“Penyandang Disabilitas adalah setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak,” dijelaskan dalam Pasal 1 angka 8 peraturan ini.
Peraturan yang dapat diakses di laman jdih.setkab.go.id ini antara lain mengatur sumber daya, tugas, pemantauan dan evaluasi, pelaporan, pembinaan, dan pengawasan, serta pendanaan Unit Layanan Disabilitas Bidang Ketenagakerjaan atau disebut ULD Ketenagakerjaan.
Berdasarkan ketentuan PP ini, pemerintah daerah (pemda) wajib memiliki ULD Ketenagakerjaan. ULD ini dilaksanakan oleh dinas yang menyelenggarakan urusan pemda di bidang ketenagakerjaan di provinsi dan kabupaten/kota. “ULD Ketenagakerjaan dilaksanakan melalui penguatan tugas dan fungsi dinas yang menyelenggarakan urusan pemerintahan daerah di bidang ketenagakerjaan di provinsi dan kabupaten/kota,” bunyi Pasal 3 ayat (1).
Adapun keanggotaan ULD terdiri atas koordinator, sekretaris, dan anggota, yang bersifat ex-officio. “Keanggotaan ULD Ketenagakerjaan ditetapkan oleh gubernur atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya,” bunyi Pasal 3 ayat (4).
Pemda menyediakan sumber daya manusia pada ULD Ketenagakerjaan yang memiliki pengetahuan, keterampilan, etika, dan kepekaan dalam melayani penyandang disabilitas. “Sumber daya manusia pada ULD Ketenagakerjaan, meliputi: a. Pegawai ASN yang berada pada dinas yang menyelenggarakan urusan pemerintahan daerah di bidang ketenagakerjaan di provinsi dan kabupaten/kota; dan b. tenaga pendamping Penyandang Disabilitas,” bunyi Pasal 5 ayat (2) peraturan ini.
Sarana dan prasarana ULD disediakan dalam rangka memberikan kemudahan pelayanan dan akses bagi Penyandang Disabilitas. Dituangkan dalam Pasal 7 ayat (2), sarana dan prasarana tersebut paling sedikit meliputi ruang pelayanan yang memenuhi standar dan mudah diakses untuk melaksanakan layanan ULD Ketenagakerjaan; fasilitas yang mudah diakses pada ruang pelayanan ketenagakerjaan bagi Penyandang Disabilitas; dan fasilitas pendukung lainnya.
“Tugas ULD Ketenagakerjaan, meliputi: a. merencanakan Penghormatan, Pelindungan, dan Pemenuhan hak atas pekerjaan Penyandang Disabilitas; b. memberikan informasi kepada pemerintah, pemerintah daerah, dan perusahaan swasta mengenai proses rekrutmen, penerimaan, pelatihan kerja, penempatan kerja, keberlanjutan kerja, dan pengembangan karier yang adil dan tanpa Diskriminasi kepada Penyandang Disabilitas; c. menyediakan pendampingan kepada tenaga kerja penyandang disabilitas; d. menyediakan pendampingan kepada pemberi kerja yang menerima tenaga kerja Penyandang Disabilitas; dan e. mengoordinasikan ULD Ketenagakerjaan, pemberi kerja, dan tenaga kerja dalam Pemenuhan dan penyediaan alat bantu kerja untuk Penyandang Disabilitas,” bunyi Pasal 8 PP ini.
Menurut peraturan ini, pemerintah dan pemerintah daerah melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan dan kinerja ULD. “Pemantauan dan evaluasi dilakukan sebagai bentuk akuntabilitas dan pengendalian mutu dalam Penghormatan, Pelindungan, dan Pemenuhan hak atas pekerjaan Penyandang Disabilitas,” bunyi Pasal 14 ayat (2).
Penyelenggara ULD wajib melaporkan pelaksanaan kegiatan kepada gubernur dan bupati/wali kota. “Gubernur dan bupati/wali kota wajib menyampaikan laporan penyelenggaraan ULD Ketenagakerjaan kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan,” bunyi Pasal 15 ayat (2).
Dituangkan dalam PP ini, pendanaan untuk penyelenggaraan kegiatan ULD dapat bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), serta sumber lain yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan,” bunyi Pasal 18 peraturan yang diundangkan di Jakarta, tanggal 13 Oktober 2020 oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Yasonna H Laoly.(skb)