JELAJAHNEWS.ID, JAKARTA – Produk subsektor peternakan burung walet di daulat sebagai ikon baru ekspor pertanian. Oleh karenanya, Kementerian Pertanian (Kementan) akan terus fokus untuk memacu ekspor komoditas sarang burung walet (SBW) yang menunjukan peningkatan dalam kurun waktu 5 tahun terakhir.
Dari data yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS), tercatat ekspor pertanian pada bulan Januari 2021 tumbuh 13,91% secara tahunan atau year on yeat (YoY). Kinerja ekspor komoditas sarang burung walet bersama dengan komoditas aromatik, rempah, dan hasil hutan menjadi penyumbang terbesarnya.
“Sebagai pengekspor sarang burung walet terbesar di dunia, para pelaku usaha Indonesia banyak menyasar pasar China karena harga jual yang lebih tinggi dibandingkan negara tujuan lain,” kata Kepala Badan Karantina Pertanian, Ali Jamil, kemarin.
Menurut Jamil, pada 2020 lalu dari 1,1 ribu ton ekspor sarang burung walet, dimana 23% atau 262 ton berhasil masuk China. Sisanya 77% di ekspor ke 22 negara lain seperti Australia, Hong Kong hingga Amerika Serikat.
Ketua Perkumpulan Pengusaha Sarang Burung Indonesia (PPSBI), Boedi Mranata juga menyebutkan, proses menembus pasar China membutuhkan waktu yang lama dan panjang.
“Diperlukan kesungguhan dan kepatutan yang tinggi untuk dapat memenuhi standardnya, karena selain kandungan nitrit diperlukan juga hygiene/sanitasi sesuai standar keamanan pangan Internasional,” ungkapnya.
Boedi pun menyebutkan bahwa pihak Otoritas China (The General Administration of Customs of the People’s Republic of China, atau GACC) juga mempersyaratkan ketertelusuran (tracebility). Bahkan, katanya, mereka sudah menggunakan teknologi berupa barcode.
“Jadi tidak bisa main-main,” jelas Boedi.
Secara teknis, Kepala Pusat Karantina Hewan dan Keamanan Hayati Hewani Badan Karantina Pertanian (Barantan) Kementan, Agus Sunanto, menyebutkan pihaknya mendukung pelaku usaha yang memiliki minat dan kemampuan untuk memasuki pasar China
“Di situasi pandemi, pihak GACC belum dapat melakukan audit langsung ke Indonesia, dan meminta otoritas Indonesia dalam hal ini Barantan untuk memverifikasinya,” tutur Agus.
Agus pun menyebutkan, saat ini telah ada 23 eksportir yang telah didaftarkan oleh China dan 13 eksportir baru yang dalam proses audit. Prosesnya berjalan sejak 2019 oleh pihak GACC, namun terhenti akibat pandemi di tahun 2020.
Selanjutnya, pihak otoritas China meminta Barantan untuk melanjutkan proses auditnya. Termasuk pengisian tambahan kuesioner dan pembuatan video rumah walet dan tempat pemrosesan dengan bahasa mandarin.
“Semua proses kami lakukan dengan virtual. Tidak ada pembatasan atau kuota ekspor untuk pasar Tiongkok, yang ada adalah kesesuaian jumlah produksi dengan kapasitas produksi,” ujar Agus.
Dukungan berbagai pihak termasuk pemerintah daerah, pelaku usaha dan instansi lainnya sangat penting agar sarang burung walet asal Indonesia dapat berada di ekosistem yang baik.
“Kami berharap dalam waktu dekat makin banyak pelaku usaha SBW yang dapat menembus pasar China dan pasar lain,” tandasnya. (lpc)