JELAJAHNEWS.ID, JAKARTA – Terhitung, hampir setahun terakhir Indonesia dilanda oleh pandemi covid-19. Virus yang mulai masuk ke Indonesia dan diumumkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Maret 2020 silam ini terus mengalami peningkatan setiap harinya.
Bahkan pandemi covid-19 juga telah mengubah pola kehidupan manusia di berbagai sektor. Selain itu, covid-19 juga telah memberikan dampak buruk terhadap sejumlah sektor seperti kesehatan, ekonomi hingga lingkungan.
Covid-19 juga menimbulkan masalah baru terhadap lingkungan, yakni melonjaknya limbah medis akibat dari virus tersebut. Ombudsman Republik Indonesia mengatakan limbah medis dari penanganan covid-19 tidak ditangani sesuai prosedur, sehingga berpotensi mengkontaminasi lingkungan sekitar.
Peneliti Ombudsman, Mory Yana Gultom memperkirakan terdapat 200 ton limbah medis per hari yang tidak terolah dengan baik, sebanyak 138 ton di antaranya berasal dari penanganan Covid-19. Jumlah tersebut dihitung dari jumlah kasus aktif yang mencapai sekitar 175 ribu orang pada akhir Januari ini dan perkiraan timbulan limbah medis sebanyak 1,88 kilogram per pasien.
“Di Jawa Barat misalnya sampai tujuh fasilitas, tapi di Papua tidak ada sama sekali. Ini berpengaruh pada banyak hal, biaya pengangkutan tinggi, mengakibatkan ketidakpatuhan pada standar yang ada. Untuk menekan biaya akhirnya penyimpanannya diperam, ditunggu sampai penuh, baru dikirimkan ke pengelola,” katanya.
Ombudsman juga menemukan tempat pembuangan sampah (TPS) medis yang tidak sesuai standar. Selain itu juga, banyak pemerintah daerah juga tidak mencatat dengan baik timbulan limbah medis yang dihasilkan.
Oleh karenanya ,Ombudsman meminta agar Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Kesehatan serta Kementerian Dalam Negeri untuk mengevaluasi aturan dan sistem terkait pengelolaan limbah ini agar dapat diterapkan di seluruh Indonesia. Ombudsman juga meminta pemerintah memperkuat pengawasan terhadap pengelolaan limbah medis agar tidak mengkontaminasi atau mencemari lingkungan.
Pada November 2020, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengatakan timbulan limbah medis meningkat hingga 50 persen selama pandemi Covid-19. Limbah medis tersebut terdiri dari alat pelindung diri (APD), alat tes Covid-19, sampel laboratorium, hingga masker bekas pakai masyarakat yang menjalani karantina mandiri.
KLHK juga mencatat hanya 117 rumah sakit dari total 2.925 rumah sakit di Indonesia yang memiliki izin insinerator untuk memusnahkan limbah medis dengan metode pembakaran pada suhu minimum 800 derajat celcius. Sedangkan jasa pengelola limbah B3 yang berizin hanya berjumlah 17 perusahaan, yang sebagian besar berada di Pulau Jawa. (prc)