MEDAN – Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI, Firli Bahuri menghadiri Rapat Koordinasi (Rakor) Pemberantasan Korupsi Terintegrasi dan Optimalisasi Pendapatan Daerah serta Penertiban Barang Milik Daerah di Pendopo Rumah Dinas Gubernur.
Dalam pertemuan tersebut, Firli Bahuri mengingatkan agar mewaspadai titik rawan korupsi khususnya di masa pandemi.
“Ada banyak celah di masa pandemi ini. Apalagi dana yang dikeluarkan untuk penanganan bukan sedikit. Maka dari itu, perlu kami ingatkan untuk selalu waspada. Titik rawan yang perlu diwaspadai itu adalah pengadaan barang dan jasa, sumbangan pihak ketiga, refocusing dan realokasi anggaran Covid-19, pemulihan ekonomi nasional, penyelenggaraan bantuan sosial dan lainnya,” ujarnya.
Firli berharap kinerja program koordinasi dan supervisi pencegahan korupsi di tiap daerah lebih dimaksimalkan. Hal ini karena menurutnya, pemberantasan korupsi tidak cukup efektif hanya dengan penindakan, melainkan lebih efektif dengan pendekatan pendidikan masyarakat dan pendekatan pencegahan.
“Tangan KPK hanya 1.607 orang. Penyidik tidak lebih dari 102 orang, jaksa penuntut 67 orang, penyelidiknya 107 orang, sedikit sekali. Tak perlu nangkap, kita cegah saja. Karena pencegahan itu lebih efektif mengurangi dan mencegah kerugian negara,” katanya.
Firli juga menyampaikan capaian tingkat Monitoring Control for Prevention (MCP) atau capaian kinerja program koordinasi dan supervisi pencegahan korupsi (Korsupgah) yang dilaksanakan oleh Pemprov Sumut dan Pemda se-Sumut oleh KPK RI. Katanya, Pemprovsu capaian MCP 58,4%, Tebing Tinggi 61,93%, Humbang Hasundutan 50,89%, Tapanuli Selatan 50,75%
“Kita harapannya ingin sampai 60%. Artinya kita masih banyak PR. Hanya sedikit yang mencapai di atas 50% sisanya masih di bawah. Kami harapkan komitmen dan kerja samanya. Salah satu intervensi KPK termasuk pada kegiatan kita hari ini yakni optimalisasi pendapatan daerah dan manajemen aset daerah,” ucapnya, menyusul sisanya yakni bidang pengadaan barang dan jasa, perencanaan dan penganggaran APBD, perizinan, APIP, Manajemen ASN dan Tata Kelola Dana Desa.
Sebelumnya, Gubernur Sumut (Gubsu), Edy Rahmayadi menyampaikan ucapan terima kasih atas kerja sama dan dukungan seluruh pihak dalam melaksanakan optimalisasi pendapatan daerah dan penertiban aset Pemprov Sumut. Masalah penertiban aset khususnya pertanahan, kata Edy, merupakan salah satu permasalahan kompleks yang membutuhkan penyelesaian komprehensif.
“Meskipun rumit, bukan berarti tidak bisa diselesaikan. Tak bisa kita pungkiri bahwa masalah pertanahan di Sumut ini termasuk kategori berat seperti yang disampaikan Bapak Wamen Agraria dan Tata Ruang. Namun, banyak manfaat yang kita peroleh jika bisa kita selesaikan permasalahan agraria ini. Untuk itu, penertiban aset tentunya akan selalu menjadi salah satu prioritas Pemprov, tentunya dengan dukungan pihak-pihak terkait seperti yang hadir hari ini BPN, KPK, Kejati dan BUMD,” ujarnya.
Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Wakil Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Surya Tjandra, membenarkan bahwa Sumut merupakan daerah dengan peringkat pertama yang rawan terjadi konflik agraria. Salah satu indikasi masih banyaknya masalah konflik agraria di Indonesia, terang Surya, adalah adanya ketimpangan akses pada tanah. Pada tahun 2013, rata-rata ketimpangan ini di Indonesia mencapai angka 0,59%. Hal ini menjadi landasan utama Presiden RI Joko Widodo untuk melakukan reforma agraria dengan target 9 juta hektare dimana 20% dari luas lahan tersebut ada di Sumut.
“Ternyata sulit sekali. Namun ada yang menarik. Di Sumut, ternyata sejak tahun 2011 itu sudah ada Perpres Nomor 62 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Mebidangro. Ini perlu kita tindaklanjuti membentuk kawasan metropolitan baru untuk mengurangi beban Kota Medan. Saya sangat bersedia untuk mendukung perwujudan ini, tentunya kita awali dengan penyelesaian masalah-masalah pertanahan yang ada di kawasan yang bersangkutan,” jelas Surya. (IP)