JELAJAHNEWS.ID, JAKARTA – Pasca terjadinya pandemi covid-19, Indonesia pun turut mengalami keterpurukan terutama di sektor perekonomian.
Guna bangkit dari keterpurukan itu, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bidang Hubungan Internasional Shinta W. Kamdani mengatakan bahwa Kadin Indonesia turut mendorong para pelaku usaha agar mengambil sejumlah langkah dan strategi yang tepat, termasuk mencari peluang-peluang pasar baru.
“Perlu ada dorongan agar pelaku usaha Indonesia dapat lebih berorientasi ekspor dan tidak hanya berfokus memenuhi kebutuhan domestik,” kata Shinta dalam Jakarta Food Security Summit (JFSS) ke lima di Jakarta, baru-baru ini.
JFSS diselenggarakan setiap dua tahun sekali sejak 2010 (2010, 2012, 2015 dan 2018). Menampung masukan dari seluruh pemangku kepentingan. JFSS sendiri bertujuan untuk mendukung pemerintah dalam mewujudkan ketahanan pangan serta meningkatkan pendapatan petani, peternak, dan nelayan.
Badan Perdagangan Dunia (WTO) memproyeksikan, volume perdagangan dunia akan turun sebesar 9,2 persen pada 2020. Volume perdagangan global ada kemungkinan baru bisa pulih pada akhir 2021 dengan pertumbuhan sekitar 7,2%.
Seiring dengan anjloknya transaksi perdagangan dunia, WTO memperkirakan pertumbuhan ekonomi global pada 2020 akan minus 4,8% dan diprediksi kembali tumbuh 4,9% pada 2021. Shinta pun mengatakan, peluang ekspor ke negara-negara mitra dagang Indonesia tetap terbuka kendati negara-negara di dunia sedang terpukul oleh pandemi Covid-19.
Menurutnya, hambatan dagang tarif dan nontarif masih menjadi tekanan bagi komoditas ekspor utama Indonesia, terutama minyak kelapa sawit mentah, karet, dan produk perikanan. Hambatan non-tarif meliputi standar terkait sustainability, seperti IIU Fishing, standar tenaga kerja, dan perlindungan lingkungan, standar kesehatan dan keselamatan yang menyangkut toleransi polutan dan zat karionegen, serta standar kemasan.
Adapun hambatan tarif, sambungnya, menyangkut besaran tarif dan akses. Penerapan hambatan tersebut dibolehkan berdasarkan perjanjian GATT WTO dengan syarat tidak diskriminasi, diterapkan secara transparan dengan tolak ukur yang jelas, alasan penerapannya dapat dibuktikan secara scientific, dan persyaratan dapat dipenuhi secara reasonable.
Sementara itu, Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP), Edhy Prabowo menyatakan Kementerian KKP akan mengoptimalkan perikanan budi daya laut. Hal ini dikarenakan upaya budi daya menyerap banyak tenaga kerja dan mudah mendapatkan devisa. Kementerian KKP juga sedang mengembangkan klaster budi daya udang di sejumlah daerah.
“Mengapa udang? Karena kebutuhan udang dunia sangat tinggi sekitar 13 juta ton per tahun. Indonesia baru bisa memasok 1 juta ton per tahun untuk dunia,” ujarnya.
Menurut Edhy, dahulu Indonesia pernah menjadi salah satu produsen dan eksportir udang galah dan windu terbesar dunia.
“Kita harus ambil kembali predikat tersebut,” pungkasnya. (jpc)