JELAJAHNEWS.ID, JAKARTA – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mendorong industri pengolahan kopi dalam negeri yang mengalami tekanan akibat COVID-19.
Meskipun terdampak, pada periode Januari-Juni 2020, neraca perdagangan produk kopi olahan masih mengalami surplus sebesar USD.211,05 juta.
“Industri pengolahan kopi nasional tidak hanya menjadi pemain utama di pasar domestik, akan tetapi juga sudah dikenal sebagai pemain global,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita (AGK) dalam keterangan tertulis, belum lama ini.
Dalam sambutannya pada International Coffee Day 2020 yang dilaksanakan secara virtual, pada Kamis (1/10/2020) lalu, Agus mengungkapkan ekspor produk kopi olahan memberikan sumbangan pemasukan devisa pada tahun 2019 mencapai USD 610,89 juta atau meningkat 5,33% dibanding tahun 2018.
“Ekspor produk kopi olahan kita didominasi produk berbasis kopi instan, kopi instan, ekstrak, esens dan konsentrat kopi yang tersebar ke negara tujuan utama seperti di ASEAN, China, dan Uni Emirat Arab,” sebutnya.
“Ini merupakan pencapaian yang cukup menggembirakan pada masa pandemi saat ini,” imbuhnya.
Lebih lanjut ia mengatakan indikasi geografis (IG) merupakan salah satu komponen penting untuk mendorong ekspor kopi melalui penguatan merek produk-produk khas sejumlah daerah di Indonesia. Saat ini, telah terdaftar 32 IG kopi di Indonesia. Kopi arabika Gayo misalnya, merupakan kopi Indonesia pertama yang mendapat pengakuan IG dari Uni Eropa sejak tahun 2017.
Pada kesempatan yang sama, Agus juga memberikan apresiasi kepada Provinsi Bengkulu yang terpilih sebagai penyelenggara peringatan Hari Kopi Internasional di Indonesia. Agus berharap, pelaksanaan International Coffee Day 2020 menjadi media promosi kopi khas Indonesia.
“Provinsi Bengkulu merupakan salah satu daerah penghasil kopi utama dengan produksi biji kopi sebanyak 56,97 ribu ton pada tahun 2019, dan dua sertifikasi IG telah didapatkan, yaitu Robusta Kepahiang dan Robusta Rejang Lebong,” ujarnya.
“Dengan ini, keunggulan dan brand kopi Indonesia dapat diketahui berbagai pihak dari dalam dan luar negeri, yang pada akhirnya dapat mendorong kemajuan industri, membangun ekosistem bisnis, serta destinasi wisata kopi nusantara,” tuturnya.
Agus mengaku pihaknya optimistis bahwa industri pengolahan kopi nasional akan lebih berdaya saing global karena ditopang berbagai faktor. Salah satunya adalah Indonesia merupakan negara penghasil biji kopi terbesar keempat di dunia setelah Brasil, Vietnam dan Kolombia. Pada tahun 2019, produksi biji kopi Indonesia mencapai 729 ribu ton.
“Selain itu, guna memacu pengembangan industri kopi di Indonesia, kami secara konsisten melakukan berbagai program strategis, antara lain peningkatan kapasitas sumber daya manusia dan teknologi, peningkatan standar dan kualitas produk, fasilitasi mesin peralatan, perbaikan kemasan, serta sertifikasi produk dan kompetensi bagi industri kecil dan menengah (IKM),” paparnya.
Menurut Agus, saat ini meminum kopi telah menjadi gaya hidup masyarakat Indonesia, terutama generasi milenial. Sebagai negara produsen kopi utama di dunia, Indonesia perlahan berkembang menjadi negara konsumen kopi. Konsumsi kopi per kapita di Indonesia diperkirakan mencapai 1,5 kg per tahun.
“Seperti tren kopi susu kekinian hampir di berbagai daerah yang memicu peningkatan konsumsi dalam negeri. Dengan didorong oleh pertumbuhan kelas menengah, perkembangan industri kopi olahan di tanah air masih sangat menjanjikan. Untuk itu, kami terus memacu hilirisasi industri kopi lokal yang mengolah biji kopi di dalam negeri, sehingga meningkatkan nilai tambah produk kopi Indonesia,” jelas Agus.
Perkembangan konsumsi kopi di Indonesia tidak lepas dari gelombang transformasi kopi dunia. Pada gelombang pertama, perusahaan-perusahaan besar produsen kopi mendorong peningkatan konsumsi kopi hasil industri secara eksponensial dengan produk kopi siap minum.
Selanjutnya, gelombang kedua ditandai dengan munculnya kafe-kafe jaringan global dengan penggunaan mesin espresso. Dengan adanya mesin tersebut, konsumen dapat menikmati kopi dengan rasa yang berbeda karena hadirnya teknik pengolahan atau penyajian yang baru.
Memasuki gelombang ketiga, bisnis kopi dikenalkan dengan dengan konsep specialty coffee dan kedai kopi global mulai bersaing dengan kedai kopi lokal yang menyajikan kopi khas dari beragam daerah atau disebut single origin coffee dengan berbagai variasi teknik penyeduhan.
“Perkembangan tersebut menandakan bahwa Indonesia telah melalui gelombang ketiga perkembangan konsumsi kopi, yang ditandai dengan semakin banyaknya konsumen kopi yang menjadi penikmat kopi,” paparnya.
Dengan potensi pasar di dalam negeri dan luar negeri yang masih berkembang, Agus menyebutkan kebijakan pengembangan industri pengolahan kopi antara lain dilakukan melalui peningkatan kapasitas sumber daya manusia seperti barista, roaster, penguji cita rasa (cupper), peningkatan nilai tambah biji kopi di dalam negeri, dan peningkatan mutu kopi olahan utamanya kopi sangrai (roasted bean) melalui penguasaan teknologi roasting. Selanjutnya, pengembangan standar produk (SNI) dan standar kompetensi kerja (SKKNI).
“Diharapkan di masa depan, Indonesia menjadi eksportir utama produk kopi olahan dan gaya hidup kopi di Asia dan dunia,” ujar dia.
Adapun strategi pengembangan industri pengolahan kopi nasional di antaranya melalui peningkatan nilai tambah industri pengolahan kopi dalam negeri, peningkatan mutu produk kopi olahan, perluasan pasar produk kopi olahan di dalam dan luar negeri, peningkatan iklim usaha yang kondusif, serta peningkatan kapasitas SDM-nya. (dtc)