Modus Loker Online Meningkat, Masyarakat Diminta Waspada

JELAJAHNEWS.IDWarga Negara Indonesia (WNI) yang menjadi korban sindikasi online scam terus mengalami peningkatan. Persoalan tersebut menjadi perhatian serius Pemerintah.

Hal disampaikan dalam Diskusi Publik WNI di Pusaran Bisnis Online Scam dan bahaya tipuan Lowongan Kerja dan Upaya pencegahan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) Bermodus Online Scam, digelar di Kantor Gubernur Sumatera Utara, Lantai II ruang Raja Inal Siregar Jalan Diponegoro Medan, Jumat (16/6/2023).

Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia Kementerian Luar Negeri Judha Nugraha saat menjelaskan untuk kasus Online Scam ada sebanyak 2.344 kasus sejak tahun 2020 sampai saat ini. Sedangkan untuk kasus TPPO yang ditangani oleh Kementerian Luar Negeri tahun 2022 mencapai 751 meningkat 100% dibanding tahun 2021 hanya 360 kasus.

Dengan meningkatnya kasus TPPO ini Negara perlu hadir dan yang dilakukan saat ini adalah bagaimana kerjasama antara Pemerintah Pusat dengan Daerah untuk penanganan korban. Sebelumnya juga Menko Polhukam dan Kementerian Lembaga terkait telah membahas langkah penanganan.

“Jadi ini adalah bentuk kaloborasi Pemerintah Pusat dan Daerah sebagaimana yang kita sampaikan ada peningkatan kasus TPPO terindikasi Online Scam dan sebaran Negaranya juga semakin banyak oleh karena itu perlu dilakukan 4 langkah, pertama perlindungan korban (victim protection), kedua penegakan hukum ( law enforcement) ketiga, pencegahan (prevention) dan keempat, kerjasama antara negara (partnership),” ungkap Judha Nugraha

Menurutnya, saat ini Negara Indonesia sedang menghadapi kasus sindikasi yang besar dan perlu upaya semua pihak bukan saja Pemerintah tetapi semua elemen masyarakat harus terlibat untuk berpartisipasi melakukan langkah-langkah antisipasi sehingga trend kasus yang meningkat saat ini bisa turun dengan cepat.

Sedangkan kendala yang dihadapi untuk proses perlindungan warga terkait bagaimana bisa mendapatkan informasi yang akurat dari pengaduan korban atau keluarga korban dan kerjasama dengan otoritas setempat karena perwakilan RI memiliki keterbatasan dalam hukum Internasional untuk melakukan langkah-langkah penyelamatan yang memang menjadi yuridis hukum dari otoritas Negara setempat.

Untuk penegakan hukum tantangan yang dihadapi adalah pihak keluarga enggan melaporkan siapa yang merekrut karena umumnya perekrut berasal dari lingkungan terdekat, tetangga bahkan masih ada hubungan keluarga disamping tingkat kesadaran masyarakat yang masih rendah.

Wayan Sumariana Kepala Bidang Kerjasama Bilateral Asia-pasifik menerangkan dimana di
ketahui pada acara Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) para pemimpin tertinggi di kawasan Asia juga sudah menyampaikan bahwa di kawasan ini juga terjadi darurat DPPO yang memerlukan penanganan serius dan kerjasama bersama bukan saja satu Negara tetapi semua Negara-Negara di kawasan, khususnya yang menjadi sebaran online scam yang diindikasikan didominasi dikawasan Asia Tenggara.

Kemudian pada akhir Mei kemarin juga telah dilakukan rapat terbatas. Disitu Presiden Republik Indonesia Joko Widodo menegaskan untuk kasus TTPO ini harus diambil langkah-langkah yang kongkrit di lapangan. Demikian juga dengan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan bahwa untuk kasus TPPO tidak ada restorative Justice.

“Kita juga telah rapat beberapa kali dengan Kementerian dan Lembaga terkait menyampaikan beberapa kali terkait untuk melakukan langkah-langkah konkrit di lapangan untuk mengantisipasi dengan memanfaatkan media sosial, IT, sosialisasi baik secara langsung seperti ini untuk menyebarkan informasi yang benar kepada pekerja migran,” ujarnya.

Mungkin tadi ada pertanyaan mengapa tidak dibuat rekrutmen di perusahaan penyalur tenaga kerja yang resmi dengan persyaratan yang lebih dipermudah dan simpel sehingga mereka tidak terjerat oleh iming-iming maupun penawaran-penawaran dari penyalur tenaga kerja ilegal yang mampu menyiapkan paspor gratis serta layanan lainnya yang lebih menggiurkan sehingga mereka akhirnya masuk dalam perangkap para sindikat tersebut.

Menurutnya ini hanya dikarenakan karakter dimana orang lebih senang dilayani dirumah, paspor sudah disediakan lalu dikasih duit lagi serta iming-iming, itu yang mungkin membuat terkesan sehingga beranggapan mengurusi berbagai prosedur resmi itu lebih ribet.

“Tetapi jika dijalani pasti tidak seribet yang dibayangkan mengingat banyak juga mengatakan dari Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) sudah sesuai dengan prosedur dan aman dan sudah ada jaminan,” imbuhnya.

Wakil Direktur Reserse Kriminal Umum polda Sumatera Utara AKBP Alamsyah Hasibuan memaparkan bahwa Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Poldasu) untuk kasus TTPO sejak bulan Januari sampai sekarang itu sudah menangani ada 10 kasus. Salah satunya adalah WNI Ilegal warga NTB Lombok sebanyak 32 orang yang akan diberangkatkan keluar Negeri dan sekarang lagi di karantina di Balai Diklat.

“Perintah Kapolri dan Kapolda tidak ada ampun ungkap sampai keakar-akarnya dan kita sebagai pelaksana di lapangan akan dibuktikan,” tegasnya.(**)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *