JELAJAHNEWS.ID, JAKARTA – Guna menarik investasi dan meningkatkan produksi atau lifting minyak dan gas (migas) di Indonesia, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati pun mengobral insentif kepada para pengusaha migas.
Dimana insentif yang akan diberikan dibagi dalam 2 pilihan. Pertama, pengurangan pajak penghasilan (PPh) dari 25 persen menjadi 22% atau hingga 20% dalam 2 tahun ke depan. Insentif ini juga telah dimasukkan dalam undang-undang Cipta Kerja untuk memberikan kepastian hukum bagi pengusaha. Kedua, pembebasan PPN untuk bea masuk dan berbagai fasilitas lainnya di zona ekonomi khusus.
Selain itu, kata Sri Mulyani, untuk meminimalkan hambatan investasi, pemerintah juga memberikan kepada investor yang menanamkan modalnya di sektor migas. Yakni menggunakan skema cost recovery atau akan menggunakan mekanisme gross split.
“Ini adalah opsi yang disediakan dan pilihannya terserah industri untuk memilih mana yang paling cocok. Selain itu kami menggunakan alat fiskal kami agar dapat mendukung semua siklus bisnis dari industri migas mulai dari tahap eksplorasi hingga produksi,” sebut Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu.
Lebih jauh ia juga mengatakan industri migas ke depan masih menghadapi banyak tantangan. Tak hanya dari ketidakpastian akibat resesi dan geopolitik, tapi juga persaingan dalam mencari sumber daya energi terbarukan. Karena itu, agar industri migas bisa terus relevan, industri di sektor itu harus melakukan efisiensi.
Selain itu, pemerintah dan SKK Migas perlu memiliki visi yang sama untuk meningkatkan kinerja di masa mendatang. Terlebih, Indonesia masih terus mengalami penurunan produksi migas sementara di saat yang sama permintaan terus meningkat seiring terus tumbuhnya perekonomian Indonesia.
“Kami berusaha untuk mencapai ekonomi yang merupakan negara berpenghasilan tinggi. Itulah mengapa memiliki produksi minyak dan gas serta sumber energi lainnya menjadi sangat penting untuk mencapai negara berpenghasilan tinggi,” terang Sri Mulyani.
Sri Mulyani juga mengatakan sejatinya penurunan lifting migas di Indonesia sudah terjadi cukup lama.
“Saya menjabat Menteri Keuangan sekitar 10-15 tahun yang lalu dan bahkan penurunan migas sudah terjadi,” ungkapnya.
Karena itu pemerintah perlu melakukan beberapa hal untuk meningkatkan lifting minyak dan gas. Salah satunya, melaksanakan kebijakan tepat untuk mendorong eksplorasi.
“Kami perlu mempersiapkan strategi baru. Tentunya untuk produksi yang ada akan dilakukan efisiensi mengingat volatilitas harga minyak dan gas,” urainya.
Di saat yang sama, SKK Migas serta pelaku industri perlu didorong untuk terus melakukan eksplorasi. Hal ini memang tidak mudah apalagi dengan proyeksi harga minyak yang tidak terlalu cepat pulih. Tapi, kata Sri Mulyani, Ini bisa dilakukan dengan teknologi serta dukungan pemerintah.
“Dari sisi fiskal, kami memberikan dukungan kepada Anda semua untuk menjajaki potensi lifting minyak dan gas bumi di Indonesia,” tandasnya. (cni)