JAKARTA – Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) Tahun 2021 memasukkan langkah-langkah penanganan Covid-19 dan pemulihan kondisi perekonomian.
Hal tersebut disampaikan Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani, saat menyampaikan keterangan pers usai Rapat Terbatas, Selasa (28/7/2020).
Adapun beberapa hal yang disampaikan Menkeu terkait RAPBN 2021 dalam keterangan pers tersebut, adalah sebagai berikut:
Pertama, dari sisi asumsi makro yang dilakukan atau yang disetujui dalam range, kemudian dari sisi bagaimana pengaruhnya terhadap postur APBN.
”Kesepakatan dari pembicaraan dengan dewan, yaitu pertumbuhan ekonomi antara 4,5 hingga 5,5% tahun depan, Pemerintah melihat suatu ketidakpastian itu meningkat dengan meningkatnya Covid-19 pada terutama bulan-bulan terakhir dengan pembukaan ekonomi di seluruh dunia. Dan ini menyebabkan kemungkinan terjadinya kecepatan pemulihan menjadi kemungkinan menjadi agak terancam,” ujar Menkeu.
Dari pembahasan awal dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Menkeu sampaikan bahwa DPR telah menyetujui angka-angka mengenai asumsi makro dalam bentuk range. Ia menambahkan bahwa Pemerintah dalam memfinalkan RAPBN 2021 akan menyampaikan dalam bentuk satu poin titik, yaitu pertumbuhan ekonomi, inflasi nanti akan disampaikan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada tanggal 14 Agustus.
”Saya tidak akan menyampaikan karena ini adalah dokumen yang nanti akan disampaikan oleh Bapak Presiden. Namun, dari range yang disampaikan dalam DPR antara 4,5 hingga 5,5% dari pertumbuhan ekonomi tahun depan,” kata Menkeu.
Menurut Menkeu, postur APBN untuk tahun 2021 yang sudah disepakati dalam pagu indikatif dengan DPR dengan defisit sebesar 4,15% dari Product Domestic Bruto (PDB) itu perlu untuk diperlebar mengingat ketidakpastian yang sangat tinggi mengenai kecepatan dan kemungkinan penanganan maupun pengendalian Covid-19 secara keseluruhan dari seluruh dunia.
Kedua, Global economic recovery atau pemulihan ekonomi global juga akan mempengaruhi proyeksi tahun depan karena ketidakpastian akibat Covid-19. Jadi meskipun pada saat ini beberapa lembaga internasional memperkirakan pemulihan ekonomi akan cukup cepat untuk tahun depan dengan asumsi karena tahun ini menurunnya sangat tajam.
”Kita juga melihat bahwa lembaga-lembaga tersebut terus-menerus melakukan revisi pemulihan ekonomi dari tahun 2020 hingga tahun 2021. Sehingga pemulihan ekonomi dunia diperkirakan juga masih tidak pasti, bisa strong rebound, bisa sifatnya moderat,” ujar Menkeu.
Ketiga, Ekonomi dalam negeri diperkirakan untuk pemulihannya juga akan sangat tergantung kepada penanganan Covid-19, terutama pada semester kedua, yaitu kuartal III dan IV ini.
”Kalau penanganannya efektif dan berjalan seiring dengan pembukaan aktivitas ekonomi, maka kondisi ekonomi akan bisa recovery pada kuartal III dengan positif growth 0,4% dan pada kuartal IV akan akselerasi ke 3%. Kalau itu terjadi maka pertumbuhan ekonomi kita secara seluruh tahun akan bisa tetap di zona positif,” ujarnya.
Inilah, menurut Menkeu, yang sedang terus diupayakan oleh Pemerintah dan Presiden menekankan kepada semua menteri serta pemerintah daerah agar tetap ada di dalam skenario pemulihan ekonomi tetap bisa berjalan pada zona positif pada Kuartal III antara 0% hingga 0,4% dan Kuartal IV pada zona positif lebih tinggi, yaitu antara 2% hingga 3% sehingga total perekonomian masih dapat tumbuh positif di atas 0% untuk tahun 2020.
Oleh karena itu, Menkeu sampaikan bahwa desain dari APBN 2021 sekarang cenderung kepada bagaimana menghadapi ketidakpastian ini dan kemungkinan pemulihan ekonomi yang masih sangat dipengaruhi oleh kecepatan penanganan Covid-19 untuk ditingkatkan dari yang sudah disepakati dalam pembahasan awal dengan DPR.
”Seperti diketahui DPR telah menyampaikan bahwa mereka menerima rancangan defisit awal sebesar 4,17% dari PDB. Namun, dalam catatan kesimpulan pembicaraan awal tersebut DPR juga mengindikasikan defisit untuk tahun depan bisa dinaikkan menjadi 4,7% dari PDB,” ungkap Menkeu.
Lebih lanjut, Menkeu menjelaskan bahwa Presiden telah memutuskan akan memperlebar defisit menjadi 5,2% dari PDB, lebih tinggi lagi dari desain awal yang sudah disepakati dan ada catatan dari DPR lebih tinggi dari 4,7%. ”Nah, dengan defisit di 5,2% dari PDB tahun 2021, maka kita akan memiliki cadangan belanja sebesar Rp179 triliun yang Bapak Presiden akan menetapkan prioritas-prioritas belanjanya untuk betul-betul mendukung pemulihan ekonomi nasional tahun depan,” katanya.
Prioritas yang Presiden sampaikan, menurut Menkeu, akan didukung untuk penambahan dari belanja, yaitu; pertama dari sisi ketahanan pangan, yang kedua untuk pembangunan kawasan-kawasan industri yang didukung oleh infrastruktur, dan ketiga untuk ICT agar di Indonesia konektivitas dari sisi teknologi digital bisa ditingkatkan dan dimeratakan seluruh Indonesia.
Presiden, menurut Menkeu, menekankan bidang pendidikan dan kesehatan, terutama untuk penanganan Covid-19 pasca tahun 2020 dan untuk dukungan terhadap biaya vaksin. ”Bapak Presiden akan meminta untuk besok kita akan melakukan sidang atau rapat terbatas lagi untuk penggunaan anggaran tambahan dari adanya defisit ini sehingga dia betul-betul produktif dan didukung oleh rencana belanja yang baik,” tandas Menkeu.
Belanja itu ditekankan oleh Presiden, menurut Menkeu, yang betul-betul bisa meningkatkan produktivitas, mengurangi kemiskinan dan pengangguran, serta menimbulkan dampak ekonomi atau manfaat ekonomi yang paling tinggi.
”Kita nanti diminta oleh Bapak Presiden untuk melakukan bersama Bapak Menko memfokuskan belanja-belanja tersebut yang didukung dengan tambahan defisit agar benar-benar bisa dilakukan dalam rangka memulihkan ekonomi dan melakukan penciptaan kesempatan kerja dan mengurangi kemiskinan secara lebih cepat untuk mengejar lagi dampak akibat Covid-19 tahun ini yang meningkatkan jumlah pengangguran maupun jumlah kemiskinan,” tandasnya.
Ini adalah tugas yang harus dilakukan dalam waktu segera, lanjut Menkeu, karena Presiden akan menyampaikan Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara atau RAPBN tahun 2021 secara formal di DPR. ”Nanti kami tidak akan menyampaikan pada hari ini detailnya, karena memang kita tunggu dalam waktu 14 hari ke depan. Nanti kita akan sampaikan ke DPR dalam Sidang Paripurna dan juga nanti kita sampaikan ke media mengenai rancangan itu,” jelas Presiden.
Memang terjadi perubahan, lanjut Menkeu, sehingga Pemerintah juga berkomunikasi dengan DPR dan akan langsung melakukan komunikasi dengan para Pimpinan Banggar maupun komisi-komisi keuangan serta Pimpinan DPR mengenai hal ini sehingga proses politik tetap akan bisa berjalan dengan baik.
”Jadi yang paling penting adalah untuk tahun depan defisitnya akan ditingkatkan karena ketidakpastian dan ingin terus mendukung pemulihan ekonomi supaya tetap bisa berjalan serta penanganan Covid-19 agar tetap bisa dilakukan. Sehingga kita bisa betul-betul membangun kembali ekonomi Indonesia dan masyarakat Indonesia dari dampak Covid-19 yang luar biasa,” ungkap Menkeu. (skb)