JELAJAHNEWS.ID, LANGKAT – Tingginya penggunaan pupuk kimia dan pestisida sintetis yang dipakai para petani saat ini, tentu memiliki dampak untuk kesehatan tubuh kita. Residu zat kimia yang kita konsumsi melalui produk pertanian, tidak semua dapat dikeluarkan kembali oleh tubuh kita.
Alhasil, sebagian akan mengendap dan menjadi cikal penyakit di kemudian hari. Setiap kita tentu ingin hidup sehat agar dapat melakukan berbagai aktivitas. Mengkonsumsi produk sehat merupakan salah satu cara agar kita tetap sehat dan bugar, salah satunya mengkonsumsi produk-produk pertanian yang organic tanpa pengaruh zat kimia.
Oleh karenanya, AQUA melalui program CSRnya saat ini sedang membangun program pertanian yang ramah lingkungan. Dimana program ini telah dirintis sejak tahun 2019 lalu, dan dilanjutkan hingga saat ini.
Menyambut mulainya musim tanam padi tahun 2020, pada tanggal 1 September 2020 lalu, Kelompok Tani Sehat Desa Pasar VI Kwala Mencirim dampingan PT. Tirta Investama Langkat, kembali memproduksi kompos dari kotoran ternak yang mereka pelihara.
Kompos yang dibuat sebanyak satu ton itu nantinya akan dibagikan kepada 20 orang anggota Kelompok Tani Sehat untuk dapat dipergunakan gunna mendukung pertanian ramah lingkungan yang mereka lakukan.
Sebagaimana diketahui, Desa Pasar VI Kwala Mencirim memiliki potensi pertanian yang sangat tinggi, terutama untuk komoditas bengkoang, padi, jagung. Selain itu, berbagai jenis sayuran juga banyak di tanam di desa guna menggerakkan ekonomi masyarakat.
Jimmi Simorangkir selaku Stakeholder Relation Coordinator menerangkan, program pertanian ramah lingkungan ini sebenarnya telah dimulai sejak tahun 2019 lalu. Bahkan, untuk memperdalam ilmu tentang hal itu, pihaknya juga mendatangkan narasumber untuk melatih Kelompok Tani dampingan mereka dalam membuat pupuk kompos dengan memanfaatkan kotoran ternak yang dimiliki. Sehingga dapat menopang usaha pertanian yang mereka lakukan.
“Tahun ini, kita ingin tingkatkan kemampuan para petani dari kelompok dampingan kita ini dengan melakukan Sekolah Lapang (SL), khususnya untuk tanaman padi. Mereka akan dipandu oleh Sources of Indonesia (SoI) dan Perkumpulan Petani Organik Seluruh Nusantara (PANSU). Sehingga nantinya, para petani akan belajar bagaimana bertanam padi dengan system SRI (System Rice Intensification) dan penerapan pertanian organic secara bertahap,” jelas Jimmi saat mendampingi Kelompok Tani Sehat Pasar VI Kwala Mencirim melakukan SL.
Sementara itu, Direktur Eksekutif SoI, Iren Nababan yang turut hadir dalam kegiatan penanaman perdana untuk penananamn padi dengan system SRI menjelaskan, berkumpulnya mereka di Saung Tani Desa Pasar VI Kwala Mencirim adalah untuk melakukan penanaman perdana bertanam padi dengan menggunakan metode SRI.
“Sehingga nantinya, petani kita disini (Desa Pasar VI Kwala Mencirim) bisa belajar dan melakukan pengamatan dilapangan pada padi yang ditanam tersebut. Dan para petani tentu akan belajar pada tanaman padi mereka sendiri. Apa yang dibutuhkan, bagaimana perlakuan yang dibutuhkan, dan lain sebagainya,” sebut Iren.
Iren pun mengtakan, bahwa dalam pelatihan yang dilakukan, Kelompok Tani tersebut turut dipandu oleh PANSU. Sehingga nantinya para petani tersebut akan banyak belajar bagaimana berkomunikasi pada tanaman mereka.
“Seperti kita tau, PANSU sendiri telah menerapkan pertanian organic di berbagai tempat dan telah menggunakan system ini di pertanian mereka. Karena sesungguhnya, mereka juga adalah petani,” jelas Iren.
Sementara itu, Ketua kelompok Tani Sehat, Sutejo yang mengikuti SL tersebut mengaku sangat senang karena AQUA bersedia mendampingi dalam memajukan usaha pertanian yang mereka lakukan.
“Kita sangat senang di damping oleh SOI dan AQUA, karena kita selama ini kami hanya bertani konvensional. Terlebih harga racun dan pupuk kimia juga makin hari makin mahal, sehingga biaya produksi juga semakin tinggi. Jadi dengan adanya pelatihan ini, kami bisa belajar bagaimana menekan biaya produksi sekecil mungkin. Apalagi menanam padi dengan system SRI ini hanya menanam satu lubang satu bibit saat usia bibit 8-14 hari setelah semai, jadi sudah pasti lebih hemat biaya. Namun, karena kita belum pernah belajar seperti ini, tentu masih ada keraguan. Dan di SL ini, kita semua tertantang untuk belajar kembali termasuk belajar bertani organi,” kata Sutejo.
Untuk diketahui, bertani organic sudah sejak lama digaungkan berbagai lapisan masyarakat. Sebab, selain mengurangi biaya produksi, bertani organic juga mengurangi resiko dalam tubuh yang disebakan residu kimia yang berlebihan yang jelas memiliki dampak buruk bagi generasi mendatang. (IP)