JELAJAHNEWS.ID, JAKARTA – Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya Bakar mengungkap 637 ribu hektare tanaman mangrove yang ada di 9 provinsi dalam keadaan kritis dan perlu direhabilitasi. Namun demikian, dirinya tak menjelaskan lebih lanjut kesembilan provinsi yang dimaksudnya.
“Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) akan bekerja pada 9 provinsi yang mangrove kritisnya cukup berat. Secara keseluruhan 637 ribu hektare yang kritis,” tutur Siti dalam Rapat Kerja bersama Komisi IV DPR di Gedung DPR/MPR, baru-baru ini.
Dijelaskannya bahwa BRGM adalah lembaga yang sebelumnya disebut Badan Restorasi Gambut. Lembaga tersebut akan melaksanakan pendekatan teknis dalam restorasi dan rehabilitasi mangrove. Sementara dari sisi kebijakan, lanjutnya, pemeliharaan mangrove akan didorong melalui KLHK dan Kementerian Kelautan dan Perikanan.
KLHK sendiri telah merencanakan penanaman terhadap 600 ribu hektare mangrove. Saat ini, penanaman sudah dilakukan terhadap 16.338 hektare lahan di 34 provinsi. Dalam kesempatan itu, Siti juga menyampaikan pengendalian kebakaran hutan dan lahan sepanjang 2020 yang diklaim baik. Ia menilai hal itu karena antisipasi dan pencegahan yang sudah dilakukan.
“Bisa ditangani dengan baik penurunan luas areal terbakar 82% dan jumlah hotspot dari analisa saya menurun hingga 91%,” ucapnya.
Ia menjelaskan, langkah antisipasi yang dilakukan yakni dengan modifikasi cuaca berupa menyemai awan dan membuat hujan buatan bersama Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, dan TNI Angkatan Udara. Selain itu, pihaknya juga melakukan pengembangan kesadaran hukum terhadap tokoh dan masyarakat di desa yang kerap menjadi sumber karhutla.
Siti juga mengungkap eksekusi pembayaran ganti rugi dari gugatan kerusakan lingkungan yang sudah diputus di pengadilan hanya sekitar Rp500 miliar dari Rp19,8 triliun yang seharusnya dibayar pelaku. Jika dihitung, yang sudah dibayar hanya 2,5 persen dari total gugatan.
“Gugatan perdata dan ganti rugi tindakan tertentu sudah incracht 28 gugatan, 13 incracht nilai putusan Rp19,8 (triliun) dan yang belum dieksekusi masih Rp19,3 triliun,” tuturnya.
Keseluruhan gugatan tersebut dikumpulkan dalam kurun tahun 2015-2020. Mendengar hal tersebut, lantas Ketua Komisi IV DPR Sudin langsung memotong paparan Siti. Ia menanyakan alasan dibalik minimnya eksekusi gugatan tersebut.
Siti mengatakan eksekusi gugatan pelanggaran lingkungan membutuhkan dukungan instansi lain, khususnya oleh pengadilan negeri yang memiliki kewenangan terkait eksekusi. Ia menegaskan sudah meminta pengadilan negeri untuk mendorong eksekusi secepatnya.
“Seharusnya dilaporkan ke presiden saja untuk pengadilan, kepolisian turun eksekusi. Kalau kita lihat cuma berapa persen. Selama ini seenak-enaknya,” tutur Sudin.
Siti mengamini perintah tersebut. Ia berjanji akan segera bertemu dengan Presiden Joko Widodo dan melaporkan hasil dari rapat kerja hari ini, termasuk terkait gugatan lingkungan yang banyak belum tereksekusi. (cni)