JELAJAHNEWS.ID, TOBA – Danau Toba merupakan salah satu destinasi wisata prioritas Indonesia, selain keindahan alam yang memanjakan mata, di kawasan ini masyarakat masih menjaga keaslian khazanah budaya yang tercemin dalam produk kerajinan tangan atau kriya.
Sadar akan potensi itu, Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Sumatera Utara (Sumut), Nawal Lubis didampingi Wakil Ketua Dekranas Sumut, Sri Ayu Mihari bertemu dengan perajin yang berada di kawasan Danau Toba dan membicarakan berbagai upaya yang dapat diambil untuk menjadikan kriya ulos dan gorga Batak mendunia.
Pertemuan yang dilakukan di The Kaldera Toba Nomadic Escape di Kabupaten Toba, beberapa watu lalu itu turut dihadiri Ketua Dekranasda Tapanuli Utara, Satika, Ketua Dekranasda Kabupaten Humbang Hasundutan, Lydia, Ketua Dekranasda Kabupaten Dairi, Romy Mariani, dan Ketua Dekranasda Kabupaten Karo, Sariati.
“Dengan mengawinkan kultur tradisi dan sentuhan modern, sehingga memiliki daya pakai lebih tinggi, kain ulos dapat terus dilestarikan lintas zaman dan generasi, lewat tangan kreatif anak bangsa, ulos bisa menjadi busana dan aksesoris yang elegan dan berkelas dunia,” ujar Nawal.
Sri Ayu Mihari menambahkan, untuk mengembangkan kriya ulos dan gorga, warga Sumut harus diajak turut bangga menggunakan hasil dari perajin daerah. Ulos dan gorga adalah produk kriya asli Sumut untuk Indonesia, yang menjadi bagian kekayaan dan dari jari diri bangsa.
“Karena itu, mari kita lestarikan dan kembangkan untuk kesejahteraan bersama,” katanya.
Ketua Dekranasda Taput, Satika pada kesempatan itu memperlihatkan berbagai ragam kerajinan yang dihasilkan dari perajin yang ada di Taput, yakni Tenun Ikat yang menggunakan pewarna alam, kemudian diaplikasikan dalam bentuk outer, jaket bomber, serta jas dan kemaja dengan motif ulos ikat.
“Ulos ikat ini juga sudah dipasarkan di tingkat internasional, namun kita juga masih membutuhkan pendampingan dan promosi oleh pemerintah pusat dan provinsi untuk menggalakkan lagi ragam kerajinan yang kami hasilkan, kita juga aktif mengikuti fashion show, seperti Jakarta Fashion Week dan Indonesia Fashion Week sebagai salah satu upaya promosi,” ujar Satika.
Ia juga menyampaikan bahwa ulos ikat tersebut menggunakan pewarna alam, berasal dari tumbuhan mahoni, ketapang, dan indigo. Untuk harga ulos ikat ini dijual dengan harga mulai Rp.1.000.000 hingga belasan juta rupiah, tergantung tingkat kesulitan pembuatannya, semakin sulit harganya pun semakin mahal.
Tak mau kalah, Ketua Dekranasda Kabupaten Humbang Hasundutan, Lydia juga memperkenalkan Kain Humbang Shibori yang dibuat dengan teknik jumputan menggunakan pewarna alam. Serta kain Humbang Ecoprint dan Batiq Humbang yang bahan pewarnaanya menggunakan dedaunan yang ada di sekitar Danau Toba.
“Ini sudah dijual hinggal ke luar negeri sampai Kanada, permintaan paling banyak ke Jakarta. Kita mulai dari tahun 2016 untuk melakukan pelatihan kursus shibori,” sebutnya. (IP)