JELAJAHNEWS.ID – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan agar Rafael Alun Trisambodo tidak kabur ke luar negeri.
Diketahui, saat ini KPK tengah menyelidiki harta kekayaan tak wajar mantan pegawai Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu Rafael Alun Trisambodo.
Namun, KPK belum bisa mengeluarkan surat cegah ke luar negeri untuk Rafael Alun Trisambodo.
Pasalnya kasus terkait Rafael Alun Trisambodo masih dalam tahap penyelidikan oleh KPK.
KPK baru bisa mengeluarkan surat penyidikan setelah kasus yang dihadapi Rafael Alun Trisambodo sudah masuk ke tahap penyidikan.
“Kami mengimbau tidak lari atau kabur ke mana pun. Hadapi saja prosesnya,” kata Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu, dikutip dari AntaraNews.
KPK telah mendengar kabar dari media sosial soal Rafael Alun Trisambodo yang rencananya bakal ke luar negeri.
“Proses sekarang ini masih dalam penyelidikan, tentunya kita komitmen utuk menyelesaikan perkara ini,” ucapnya.
Sebelumnya, Menko Polhukam Mahfud MD menjelaskan temuan dugaan tindak pidana pencucian uang oleh Rafael Alun Trisambodo bermula dari kasus penganiayaan oleh anaknya yang disorot media.
Anaknya tersebut diketahui sering memamerkan barang mewah yang kemudian ditemukan kejanggalan atas harta Rafael yang dinilai tidak wajar.
Setelah Mahfud bersurat ke Ketua KPK Firli Bahuri, ternyata telah ada laporan kepada KPK mengenai kecurigaan terhadap harta Rafael pada tahun 2013, namun belum ditindaklanjuti.
“Saya sampaikan ke Pak Firli, Pak Firli kok ini ada belum ditindaklanjuti? Pak Firli bilang wah saya belum tahu bos. Sesudah itu saya kirim surat ini buktinya bahwa sudah masuk surat ke KPK,“ cerita Mahfud.
“Maka terus dipanggil kan, karena surat saya itu dan teriakan publik. Rp56 miliar kekayaan tidak wajar. Tahu engga, sesudah diperiksa ulang semua transaksinya itu ada Rp500 miliar yang terkait dengan dia,” ungkapnya.
Tak hanya sampai disitu, PPATK juga memblokir deposit box milik Rafael senilai Rp 37 miliar.
Mahfud MD menceritakan bahwa Rafael Alun Trisambodo sempat bolak-balik ke deposit box miliknya sebelum akhirnya diblokir oleh PPATK.
“Beberapa hari sudah bolak-balik tuh dia ke berbagai deposit box itu. Terus pada suatu pagi, dia datang tuh ke bank membuka itu, langsung diblokir oleh PPATK,” kata Mahfud.
Setelah PPATK memblokir, lanjutnya, PPATK langsung mencari dasar hukum untuk membuka deposit box tersebut. Setelah berkonsultasi dengan KPK, barulah PPATK membuka deposit box milik Rafael yang kemudian dilanjutkan dengan penggalian informasi untuk menemukan deposit box lainnya.
“Di bongkar, satu safe deposit box itu sebesar Rp37 miliar dalam bentuk dolar AS,” ucapnya.
Kasus pejabat pajak tersebut, disebut Mahfud sebagai kasus pencucian uang berdasarkan ilmu intelijen keuangan, bukan bukti hukum.(lidr/**)