JELAJAHNEWS.ID, TAPSEL – Wujud syukur atas penghargaan Kalpataru Tahun 2020 dari Pemerintah Pusat melalui Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia kepada Komunitas HATABOSI (Haunatas, Tanjung Rompa, Bonan Dolok dan Siranap). Atas penghargaan tersebut Pemkab Tapsel bersama Komunitas HATABOSI melakukan syukuran di Balairung Poken Arba, Desa Marancar Julu, Kecamatan Marancar, Selasa (22/12).
Penghargaan Kalpataru tersebut sesuai SK. Menteri LHK RI No. S.302/MENLHK/PSKL/PEG.7/7/2020 bahwa Komunitas HATABOSI (Haunatas, Tanjung Rompa, Bonan Dolok dan Siranap)/Komunitas Simaretong Kecamatan Marancar Kab. Tapanuli Selatan ditetapkan sebagai penerima Kalpataru (Penghargaan tertinggi dibidang Lingkungan Hidup) Tahun 2020 Kategori Penyelamat Lingkungan dan Surat Kementerian LHK RI No. S.305/PSKL/Keling/PSI.3/12/2020 tanggal 4 Desember perihal acara penganugerahan penghargaan Kalpataru Tahun 2020.
Bupati Tapanuli Selatan H Syahrul M Pasaribu SH dalam sambutannya mengatakan, pada hari ini kita menyambut penghargaan Kalpataru Tahun 2020 yang diberikan negara kepada Komunitas HATABOSI. Berarti negara sudah mengakui akan kearifan lokal (local wisdom) HATABOSi, kearifan lokal dalam menjaga dan menyelamatkan lingkungan demi penyedian Air yang berkesinambungan dan di Komunitas HATABOSI muncullah slogan ” Aek Do Hangoluan ” yang artinya Air adalah sumber Kehidupan, oleh karenanya keturunan Marga Pasaribu disekitar Desa Haunatas, Tanjung Rompa, Bonan Dolok dan Siranap menyadari betul bahwa tidak boleh menebang Pohon secara sembarangan, karena dapat mengganggu ketersediaan Air, ” katanya.
Bahwasanya ini sudah lama kita perjuangkan dan sayapun harus mengatakan jujur kepada kalian semua, bahwasanya ada yang sangat pantas di ulosi selain saya yaitu Dr. Fakhrian Siregar karena berkat peranannyalah Komunitas HATABOSI mendapatkan pengakuan dari pemerintah, jelas Syahrul.
Kenapa saya katakan demikian, karena dia telah menulis buku yang menceritakan apa sesungguhnya HATABOSI itu. “Oleh karena itu saya atas nama Pemkab Tapsel mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada masyarakat HATABOSI dan masyarakat Marancar atas penganugerahan penghargaan Kalpataru tersebut,” ucapnya.
Selain itu, jangan kita lihat trofinya semata akan tetapi lihatlah filosofi yang ada di HATABOSI yang bermakna pentingnya menjaga kelestarian lingkungan. Semenjak saya menjadi Bupati Tapsel filosofi HATABOSI telah saya tular kembangkan di 14 Kecamatan lainnya sehingga Pembangun Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hydro (PLTMH) yang ada di daerah pegunungan dan perbukitan dapat berjalan lancar, karena ketersediaan Air dapat terjamin.
PLTMH tersebut dapat bergerak apabila ada air. Kalau bicara air lingkungan haruslah di jaga dan tidak boleh merusak atau menebang pohon sembarangan. Disamping itu silahkan sumber daya alam yang ada di Tapanuli Selatan dikelola dengan baik seperti yang saat ini dikelola oleh perusahaan tambang emas Batang Toru, Pembangunan PLTA Batang Toru dan begitu juga perusahaan lainnya dengan mengikuti regulasi yang berlaku” ujarnya.
Walaupun dikelola oleh pihak perusahaan, akan tetapi lingkungan hidup harus tetap dijaga dan dirawat agar dikemudian hari kita tidak diadili oleh anak cucu kita diakibatkan merusak lingkungan. Barangkali inilah kenapa HATABOSI mendapatkan penghargaan dari negara, karena berkat kecerdasan dan cara berpikir merekalah para Kakek kita terdahulu sehingga muncul tag line “aek do hangoluan” (air sumber kehidupan), kata Syahrul.
Perlu diketahui, bahwa Penghargaan Kalpataru ini merupakan pengakuan tertinggi negara, karena ada 3 kategori dalam menerima penghargaan Kalpataru yaitu perintis lingkungan, pengabdi lingkungan dan penyelamat lingkungan, sebutnya.
Adapun penyelamat lingkungan merupakan komunitas atau kumpulan orang. Kalau ditahun ini hanya ada 3 dari 34 Provinsi di Indonesia dan hanya 3 dari 214 kabupaten/kota di Indonesia termasuk Tapanuli Selatan yang membawa nama baik adalah Komunitas HATABOSI Kecamatan Marancar, terang Syahrul.
Disamping itu tidak terasa sudah hampir 10 tahun kurang 2 bulan, saya memimpin Tapanuli Selatan dan kalianlah yang menjadi saksi bahwasanya Tapsel telah banyak perubahan yang signifikan dan juga telah berkembang dengan baik termasuk Kecamatan Marancar. Lompatan-lompatan sudah banyak kita lakukan untuk membangun daerah Tapsel, untuk itu rawatlah semua hasil Pembangunan itu.
Apalagi pilkada tanggal 9 Desember yang lalu berlangsung dengan baik, walaupun pada pelaksanaan pilkada berbeda pilihan, tetapi kedepan mari kita rajut kembali kekompakan dan kebersamaan untuk keberlanjutan pembangunan Tapanuli Selatan yang lebih baik lagi, ajak Syahrul.
Sebelumnya Tokoh Masyarakat Perantauan Marancar Panusunan Pasaribu mengatakan, bahwasanya ompung-ompung kita dahulu sungguh luar biasa karena setelah sekian tahun baru diakui oleh negara atas penyelamatan lingkungan. Sebenarnya bukan pengakuan itu yang membuat kami bangga dan terharu akan tetapi perjuangan dalam penyelamatan lingkunganlah yang membuat kami bangga dan terharu.
Apalagi dahulu ompung-ompung kita menerapkan hukumannya bukan denda uang melainkan hukum adat, bagi siapa yang menebang pohon di daerah tangkapan air maka akan dikenakan hukuman dikeluarkan secara adat. Kalau kita di Tapsel lebih berat hukuman adat daripada hukuman denda uang dan kalau sampai dikeluarkan secara adat maka akan berat untuk anak dan keturunannya, jelasnya.
Oleh karena itu, saya minta kepada pemerintah yang dalam hal ini Bupati Tapsel agar apa yang digagas oleh leluhur kita dapat ditularkan kepada 14 kecamatan lainnya, pinta Panusunan.
Setelah itu dilanjutkan dengan penyerahan penghargaan Sekolah Adiwiyata Tingkat Kabupaten Tapsel oleh Bupati Tapsel, penghargaan Sekolah Adiwiyata Tingkat Provinsi oleh Gubernur Sumut dan penghargaan Sekolah Adiwiyata Tingkat Nasional oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Turut hadir, Sekda Tapsel Parulian Nasution, para asisten, staf ahli, pimpinan OPD, Camat Marancar, Forkopimcam, Kabag Humas dan Protokol Isnut Siregar, Kades, Komunitas HATABOSI, tokoh adat, tokoh agama, tokoh masyarakat dan seluruh masyarakat Marancar. (Irul Daulay)