MEDAN – Komisi I DPRD Kota Medan meminta pihak keImigrasian untuk dapat memperketat pengawasan terkait legalitas Warga Negara Asing (WNA) yang menempati apartemen di Podomoro dan hotel-hotel di Kota Medan.
“Kita lihat di Podomoro banyak apartemennya dan saya menduga banyak orang asing yang datang dan menempati apartemen itu. Jadi, saya khawatir bagaimana pengawasan pihak imigrasi dengan legalitas kewarganegaraan mereka,” ujar Ketua Komisi I DPRD Kota Medan, Rudiyanto, bersama anggota Komisi I lainnya saat kunjungan kerja ke Kantor Imigrasi Kelas 1 TPI Polonia, Selasa (14/1/2020).
Pengawasan ketat dari pihak Imigrasi, kata Rudiyanto, sangat diperlukan guna menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), karena dikhawatirkan akan menyalahi izin tinggal dan overstay. “Imigrasi bertugas dalam pengawasan orang asing di Indonesia dalam rangka menjaga tegaknya kedaulatan bangsa,” katanya.
Sementara anggota Komisi I lain, Abdul Rani, mempertanyakan terkait kelebihan e-paspor yang mulai aktif pengurusannya di Kantor Imigrasi Kelas I TPI Polonia pada 26 Januari 2020.
“Apa bedanya dengan paspor biasa, dan bagaimana persiapan kita untuk e-paspor ini. Kemudian masalah TKI apa upaya Imigrasi mencegah tenaga kita keluar negeri yang tidak sesuai prosedur karena sampai saat ini banyak juga kita kebobolan,” ucapnya.
Menjawab itu Plt Kakanwil Imigrasi Kelas 1 TPI Polonia, Sabarita Ginting, menjelaskan pihaknya terus melakukan penyisiran terhadap hotel-hotel dan penginapan di Kota Medan dimana mereka harus melaporkan kepada puhak imigrasi tentang status kewarganegaraan tamunya.
“Tapi sampai saat ini hotel-hotel yang masuk di wilayah kerja kami belum ada tamu orang asingnya. Dan kami juga menyisir rumah-rumah penduduk yang menginapkan orang asing,” jelasnya.
Sedangkan untuk apartemen Podomoro, Sabtita, mengakui akses imigrasi memasuki gedung-gedung tinggi itu sangat terbatas.
Sama halnya sama di Jakarta. Tapi karena ada kerjasama dengan tim Pengawasan Orang Asing (Pora) dengan Pemda setempat, hingga dapat diketahui siapa yang memiliki tempat tersebut.
“Podomoro masuk wilayah kerja kanit khusus Gatot Subroto, tapi kita barangkali bisa operasi bersama yang dikelola divisi imigrasi dan akan membuat tim lagi dari DPRD untuk mengawasi tamu WNA di Podomoro,” ucapnya.
Dia juga memaparkan, total penerbitan paspor periode Januari-Desember 2019 yakni sebanyak 60.284 orang dan 172 orang dilakukan penolakan permohonan karena data TKI non prosedural. Untuk total kedatangan WNI dan WNA sebanyak 116 orang dan tot keberangkatan 265 orang.
“Kalau pelayanan WNA yang masuk ada 203 orang dari 27 kebangsaan yakni paling banyak dari Filipina, Malaysia, China, India dan Korea Selatan. Untuk tindakan keimigrasian yang dideportasi sebanyak 26 orang ada dari China, Banglades, Malaysia dan Timor Leste,” paparnya.
Untuk paspor biasa dan e-paspor, kata Sabtita, sama-sama berbentuk buku namun perbedaan utamanya adalah pada chip yang terdapat di dalam e-paspor. Melalui chip itu dapat diketahui data biometrik yang meliputi sidik jari dan wajah pemegang paspor yang bisa dilihat lewat mesin pemindai.
“Di paspor biasa, biodata juga hanya tersimpan dalam data simkim pusat. Tetapi untuk e-paspor, data sudah tersimpan di dalam mikro chip pada paspor itu sendiri dan juga data di simkim pusat. Selain perbedaan dalam penyimpanan data, pengguna e-paspor yang akan ke Jepang juga bakal mendapatkan fasilitas bebas visa,” tuturnya. (ismal)