Kemenkes Sebut Kasus Monkeypox Pertama di Indonesia

JELAJAHNEWS.ID – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) memastikan satu warga negara Indonesia terkonfirmasi menderita monkeypox (cacar monyet). Pasien tersebut merupakan seorang laki-laki berusia 27 tahun, dengan riwayat perjalanan ke Belanda, Swiss, Belgia, dan Perancis sebelum tertular.

“Saat ini pasien dalam keadaan baik, tidak sakit berat, dan ada cacarnya atau ruam-ruamnya di muka, di telapak tangan, dan kaki. Pasien tidak perlu dirawat di rumah sakit, tapi cukup isolasi mandiri,” ujar Juru Bicara Kemenkes Mohammad Syahril, dalam keterangan pers secara daring, Sabtu (20/08/2022).

Berdasarkan penelusuran, pasien berpergian ke luar negeri antara tanggal 22 Juli hingga tiba kembali di Jakarta pada 8 Agustus 2022. Pasien mulai mengalami gejala awal monkeypox di tanggal 11 Agustus 2022. Setelah berkonsultasi ke beberapa fasilitas kesehatan, pasien masuk ke salah satu rumah sakit milik Kemenkes pada tanggal 18 Agustus dan hasil tes PCR pasien terkonfirmasi positif pada malam hari tanggal 19 Agustus.

Syahril mengimbau masyarakat agar tidak panik karena daya tular dan fatalitas cacar monyet sangat rendah dibandingkan dengan COVID-19. Sebagai gambaran, saat ini terdapat 39,718 kasus konfirmasi cacar monyet di seluruh dunia dan yang meninggal 12 orang, atau kurang dari 0,001 persen dari total kasus. Selain itu, transmisi monkeypox tidak semudah COVID-19 yang melalui droplet di udara.

“Penularan monkeypox melalui kontak erat,” kata Syahril.

Konfirmasi kasus monkeypox pertama di Indonesia ini telah ditindaklanjuti oleh Dinas Kesehatan DKI Jakarta bersama Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes untuk melakukan surveilans kepada masyarakat atau kontak erat dari pasien.

Sebagai bentuk kewaspadaan, tambah Syahril, Kemenkes sudah melakukan pemantauan intensif di seluruh pintu masuk Indonesia, baik dari udara, laut, maupun darat yang berhubungan langsung kepada negara-negara yang sudah melaporkan adanya kasus monkeypox. Terdapat sekitar 89 negara yang sudah melaporkan adanya kasus cacar monyet di negaranya.

“Pemerintah juga sudah memberikan status kewaspadaan kepada seluruh maskapai penerbangan dan pelabuhan untuk bersama memberikan suatu kewaspadaan apabila ada penumpangnya yang mempunyai gejala cacar monyet,” ujarnya.

Langkah berikutnya, ucap Syahril, pihaknya sudah memberikan sosialisasi dan edukasi kepada seluruh masyarakat, petugas kesehatan, dan fasilitas pelayanan kesehatan untuk mewaspadai cacar monyet.

“Mengingatkan kepada seluruh masyarakat agar selalu melakukan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dan meningkatkan protokol kesehatan. Protokol kesehatan ini bukan hanya untuk COVID-19 saja tapi juga untuk seluruh penyakit menular,” ujarnya.

Lebih lanjut, pemerintah telah memberikan pedoman kepada seluruh dinas kesehatan, rumah sakit, dan puskesmas untuk memberikan perhatian yang lebih terhadap kasus monkeypox.

“Jangan sampai ada petugas kesehatan di puskesmas, di rumah sakit yang tidak paham dengan cacar monyet, karena ini bagian dari kewaspadaan kita,” ucap Syahril.

Terkait pemeriksaan PCR untuk monkeypox, Syahril mengungkapkan bahwa saat ini baru dapat dilakukan di dua tempat yaitu di laboratorium rujukan nasional BKPK Kemenkes dan laboratorium Institut Pertanian Bogor (IPB). Saat ini sedang dalam proses penambahan sepuluh laboratorium yang ditingkatkan untuk melakukan pemeriksaan PCR tersebut. Ada pula beberapa rumah sakit yang sudah bisa melakukan PCR.

Syahril menyampaikan, Kemenkes sudah menyiapkan 1.200 reagen untuk pemeriksaan monkeypox. Pemeriksaan dilakukan manakala ada kecurigaan monkeypox.

“Pemeriksaan PCR monkeypox ini berbeda dengan pemeriksaan PCR COVID-19. PCR monkeypox dilakukan dengan swab pada ruam-ruam yang ada di tubuh pasien,” ujarnya.

Pasien monkeypox juga tidak memerlukan ruang isolasi sebagaimana pasien COVID-19. Ruang isolasi untuk pasien COVID-19 memerlukan tekanan negatif, sementara untuk pasien monkeypox ruang isolasi tersebut tidak diperlukan.

Terapi perawatan klinis untuk cacar monyet harus dioptimalkan sepenuhnya untuk meringankan gejala, mengelola komplikasi, dan mencegah gejala sisa jangka panjang. Pasien harus diberi cairan obat dan makanan untuk mempertahankan gizi yang memadai.

Infeksi bakteri sekunder harus diobati sesuai indikasi. Antivirus yang dikenal sebagai tecovirimat yang dikembangkan untuk cacar dilisensikan oleh European Medicines Agency (EMA) untuk monkeypox pada tahun 2022 berdasarkan data pada penelitian pada hewan dan manusia. Tecovirimat belum tersedia secara luas. Jika digunakan untuk perawatan pasien, tecovirimat idealnya harus dipantau dalam konteks penelitian klinis dengan pengumpulan data prospektif.

Terkait vaksinasi, Syahril menyampaikan bahwa Badan Kesehatan Dunia atau WHO belum memberikan rekomendasi untuk vaksinasi massal dalam menghadapai monkeypox. Ada dua atau tiga negara yang sudah melakukan vaksinasi dan Indonesia juga sedang memproses untuk pengadaannya dan harus melalui rekomendasi dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Pasien monkeypox akan sembuh sendiri manakala tidak ada infeksi tambahan atau tidak ada komorbid yang berat yang dapat memperparah kondisi pasien.

“Kalau pasiennya tidak ada komorbid dan tidak ada penyakit pemberat lain, insyaallah sebetulnya pasien ini bisa sembuh sendiri,” ucap Syahril.

Gejala cacar monyet mirip dengan gejala cacar air, namun lebih ringan. Gejala dimulai dengan demam, sakit kepala, nyeri otot, dan kelelahan. Perbedaan utama antara gejala cacar air dan cacar monyet adalah bahwa cacar monyet menyebabkan pembengkakan pada kelenjar getah bening (limfadenopati) sedangkan cacar air tidak. Cacar monyet biasanya merupakan penyakit yang sembuh sendiri dengan gejala yang berlangsung dari 2 hingga 4 minggu.(JN/**)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *