JELAJAHNEWS.ID – Sidang kasus dugaan pelecehan seksual yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Balige Kabupaten Toba dengan terdakwa Budi Erianto Manurung terkesan dipaksakan dan sarat kejanggalan.
Sidang momor perkara: 151/Pid.Sus/2022/PN Balige ini di jadwalkan Kamis (1/12/2022) dengan agenda mendengarkan keterangan saksi dari dokter yang melakukan visum ketika itu.
Saksi yang memberatkan diajukan jaksa penuntut umum (JPU) sudah dua kali tidak hadir secara langsung dalam persidangan.
Hal ini sangat disayangkan dan diduga banyak kejanggalan oleh penasehat hukum terdakwa, Paul J J Tambunan, Marthin Van Hof Manurung dan Riawindo Asay Sormin.
Dokter tidak hadir dalam persidangan secara langsung dengan alasan karena sedang ada operasi sehingga hanya bisa melalui zoom atau secara online.
“Membingungkan memang, apa beliau sambil melaksanakan operasi sambil masuk dalam zoom sidang tadi, karena beliau sempat masuk dalam persidangan zoom,” kata Paul, Jumat (2/12/2022) dengan mimik lucu.
Menurut Paul bahwa hakim yang memeriksa perkara ini juga telah menyampaikan kepada saksi ahli yang akan diajukan jaksa, ada beberapa persyaratan dalam melaksanakan persidangan secara online.
Dikatakan Paul, berdasarkan peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2020 tentang Administrasi dan Persidangan Perkara Pidana di Pengadilan Secara Elektronik (Perma Sidang Pidana Online), bahwa sidang secara online Kamis (1/12/2022) kemarin belum memenuhi kriteria sesuai dengan Perma Sidang Pidana Online
Karenanya, kuasa hukum terdakwa meminta agar dokter atau ahli tersebut dapat dihadirkan di persidangan agar keterangan dan legalitasnya dalam memberikan keterangan dapat didengar serta memperjelas kesaksiannya dalam BAP di Kepolisian.
Paul menerangkan bahwa kasus Budi Erianto Manurung duduk hanya karena jika telah memenuhi pasal 184 (1) KUHAP yaitu diperkuat dengan berdasarkan keterangan saksi ahli.
Namun dokter yang membuat keterangan tersebut adalah dokter ahli kandungan dan bukan ahli forensik maupun dokter yang ahli dibidangnya dalam hal ini dokter ahli kelamin.
Menurut Paul mengingat korban kejahatan seksual pada dasarnya adalah korban perlukaan dan pemeriksaan yang harus dilakukan bukan hanya sekedar pemeriksaan fisik yang tujuannya adalah untuk pembuktian.
Maka dokter spesialis forensik tampaknya akan mempunyai peranan yang lebih besar, hal ini berkaitan dengan ilmu-ilmu forensik dan bukan ilmu Obstetri maupun ginekologi.
“Kami menduga kasus ini seperti dipaksakan oleh oknum-oknum tertentu untuk duduk,” katanya.
Selaku penasehat hukum terdakwa meminta dokter dihadirkan dalam persidangan agar keterangan dan legalitas memberikan keterangan dapat didengar serta memperjelas kesaksian yang pernah dituangkan dalam berita acara pemeriksaan (BAP) di kepolisian.
Mengingat, lanjut Paul, dugaan kejadian tersebut terjadi pada tanggal 18 Juli 2022, namun Ibu korban melaporkam ke Polres Toba tanggal 21 Juli 2022.
“Tidak langsung pergi visum melainkan visum dilakukan pada tanggal 22 Juli 2022. Hal ini juga kami sampaikan agar keadilan dapat ditegakkan di Pengadilan Negeri Balige,” tegasnya.
Diketahui sebelumnya JELAJAHNEWS.ID telah mendengar ada dokter ahli kandungan melakukan visum terhadap anak dibawah umur karena diduga dilecehkan, atas dasar itu kru media ini menelusuri ke Polres Toba pada tanggal 25 November 2022.
Di Mapolres Toba sempat bertemu dengan Kepala Unit (Kanit) PPA Briptu Mano Simanjuntak.
Ia mengatakan pihaknya mengajukan permohohan ke rumah sakit dan meminta dokter ahli forensik maupun dokter Obgyn. Namun yang melakukan Visum et Repertum hanya dokter kandungan. (JN-PS)