MEDAN – Kepolisian Sumatera Utara ( Polda Sumut) mengungkapkan empat orang pelaku kasus dugaan jual beli vaksin Covid-19 secara ilegal di Medan, Sumatera Utara.
“Setelah memeriksa secara intensif, keempat pelaku ditetapkan sebagai tersangka,” ujar Kapolda Sumut, Irjen Panca Putra Simanjuntak, saat paparan di Mapolda Sumut, Jumat (21/5/2021).
Kapolda Sumut mengatakan keempat tersangka yakni SW, IW, KS, dan SH, dimana SW berstatus agen properti berstatus, dan IW seorang dokter dan bertugas di Rutan Klas IA Tanjung Gusta Medan.
Sedangkan KS merupakan dokter sekaligus ASN di Dinas Kesehatan Sumut, dan SH merupakan ASN di Dinas Kesehatan Sumut.
Panca mengungkapkan praktik penyelewengan program pemerintah tersebut bermula dari adanya informasi masyarakat tentang jual beli vaksin. Dimana para tersangka memperjual belikan vaksin Covid-19 yang seharusnya diperuntukkan bagi pelayan publik dan narapidana di Rutan Tanjung Gusta.
“Tapi itu tidak diberikan kesana, tetapi diberikan kepada masyarakat yang membayar,” ujarnya Panca.
Kapolda menjelaskan, para tersangka memiliki peran masing-masing dalam kasus dugaan jual beli vaksin Covid-19 jenis Sinovac itu.
SW merupakan agen properti, dan bertugas mengumpulkan masyarakat yang hendak divaksin dengan cara meminta imbalan Rp250 ribu per orang.
Menurut pengakuan SW, dia mendapat fee dari usahanya mengumpulkan orang untuk mendapatkan vaksin dengan cara suap.
“Ternyata SW berkoordinasi dengan aparatur sipil negara yang merupakan dokter dari Rutan Tanjung Gusta Medan, yaitu IW,” jelasnya.
Kemudian, IW dan KS selaku aparatur sipil negara sebagai pihak yang menerima suap atau hasil pembayaran vaksin tersebut.
“Tersangka ke empat adalah SH selaku aparatur sipil negara di Dinas Kesehatan Sumut yang memberikan vaksin kepada IW tanpa melalui mekanisme dan prosedur sebagaimana yang seharusnya,” pungkas Panca.
Atas perbuatannya, Polisi menjerat IW dan KS Pasal 12 huruf a dan b atau Pasal 5 ayat (2) atau Pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Kemudian tersangka SW, dikenakan Pasal 5 Ayat 1 huruf a dan b atau Pasal 13 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001.
Sedangkan SH dikenakan Pasal 372 dan 374 KUHP, bahkan tidak tertutup kemungkinan akan diterapkan pasal tindak pidana korupsi.(JN/Jai)