DELISERDANG – Pandemi Covid-19 yang melanda dunia dan masuk ke Indonesia pada Maret 2020 lalu, hingga hari ini belum menunjukkan tanda-tanda akan mereda, baik dari jumlah kasus maupun kebijakan penanganan yang dilakukan.
Ketua Dewan Pengurus Himpunan Serikat Perempuan Indonesia (HAPSARI), Lely Zailani mengatakan, dari catatan yang dimiliki Worldometers, per 17 agustus 2020, kasus corona di Indonesia sudah mencapai angka 141,370. Secara empiris, pandemi yang paling mirip dengan Covid-19 adalah pandemi Flu Spanyol yang terjadi pada tahun 1918, yang menurut catatan menewaskan 50 juta penduduk seluruh dunia.
Bahkan berbagai intervensi pun telah dilakukan untuk merepons pandemi covid-19 agar dampaknya tidak semakin buruk. Sayangnya, kebanyakan hanya bicara (edukasi) di hilir, tentang protokol kesehatan, jaga jarak, cuci tangan pakai sabun hingga penyaluran bantuan pangan dan stimulus ekonomi.
Faktanya, tegas Lely, setelah penetapan new normal yang dilakukan oleh pemerintah, kita justru menyaksikan angka positif yang terus meningkat, diikuti dengan melemahnya fasilitas kesehatan dengan semakin banyaknya tenaga kesehatan yang berguguran serta masyarakat yang tampak semakin abai dengan situasi pandemi.
“Ini adalah ancaman tersendiri yang berkontribusi pada tingginya angka positif covid-19. Dan grafik yang tidak diketahui, entah kapan akan turun, lalu mereda. Tampaknya, basis pengetahuan untuk memahami situasi apa yang sedang terjadi hari ini, dan seperti apa prediksi kedepan juga kurang diekplorasi. Baik dalam informasi – informasi yang disebarluaskan oleh pemerintah, non pemerintah, maupun media massa,” sebut Lely.
Lebih jauh Lely menuturkan, sesungguhnya covid-19 tidak hanya mengancam kesehatan dan nyawa manusia, tetapi juga mengancam keselamatan sebuah bangsa di seluruh dunia. Sebab, masalah kesehatan telah menjadi masalah social, masalah ekonomi, masalah keuangan dan masalah politik. Hal itulah yang kita hadapi saat ini.
Oleh karenanya, sambung Lely, sebagai bagian dari organisasi masyarakat sipil, HAPSARI pun turut serta mengambil peran membantu pemerintah daerah, dengan membangun Layanan Berbasis Komunitas (LBK) di desa-desa, untuk merespon dampak Covid-19.
“Salah satu yang dilakukan adalah memfungsikan lembaga-lembaga layanan yang sudah ada di tingkat komunitas (LBK) menjadi pusat-pusat informasi dan edukasi terkait pencegahan dan penanganan Covid-19 kepada kelompok yang paling terdampak, termasuk Layanan Pengaduan Kekerasan Berbasis Gender,” ungkap Lely Zailani yang juga merupakan anggota Relawan Pejuang Lawan Covid-19.
Situasi pandemi covid-19, katanya lagi, tidak hanya merubah pola hubungan dalam keluarga. Dimana pada satu sisi semakin banyak waktu bersama, tapi juga menyebabkan rentannya kekerasan terhadap perempuan dan anak karena beban ekonomi rumah tangga yang semakin berat. Selain itu juga, berkurangnya konsumsi rumah tangga, kekurangan nutrisi, dan stress akibat kebijakan belajar di rumah yang menjadi beban tambahan bagi kaum ibu rumah tangga.
Maka dari itu, terangnya, LBK menjadi pintu masuk melakukan edukasi pada masyarakat untuk menghadapi pandemic Covid-19 dengan pengetahuan. Tak sekedar cuci tangan, tetapi pengetahuan tentang pendemi itu sendiri dan multiplayer efek yang ditimbulkan, serta antisipasi apa yang harus kita lakukan.
“LBK yang selama ini merupakan system layanan penanangan kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, di dorong menjadi layanan yang terintegrasi dengan program-program perlindungan sosial di desa. Sehingga, terbangun sinergi dan kolaborasi efektif antara komunitas warga dengan pemerintah dan organisasi non pemerintah,” terangnya.
“Pengetahuan tentang virus dan pandemi, dampak kesehatan yang ditimbulkan dan langkah-langkah yang efektif untuk pengendaliannya penting dimiliki, Ini pengetahuan di hulu. Di hilirnya, masyarakat dipersiapkan untuk membangun imunitas internalnya masing-masing, sekaligus mempersiapkan aksi pencegahan kelangkaan pangan dengan menanam apa yang akan dimakan, dan seterusnya. Sekali lagi, berbasis pengetahuan, lalu mendorong tumbuhnya kesadaran,” demikian Lely menutup penjelasannya, dalam pertemuan sosialisasi bersama komunitas perempuan, tokoh agama, dan tokoh pemuda di Desa Denai Lama, Deliserdang, beberapa waktu lalu. (IP)