JELAJAHNEWS.ID, MEDAN – Para Aparatur Sipil Negara (ASN) kembali diingatkan tentang netralitas dalam pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak Desember 2020.
Meski memiliki hak pilih, para ASN hanya boleh merefleksikannya di bilik suara. Hal itu disampaikan Sekretaris Daerah Provinsi Sumut (Sekdaprovsu), R. Sabrina saat membuka webinar Korps Pegawai Republik Indonesia (KORPRI) Sumut yang bertema ‘Netralitas ASN dalam Pilkada Serentak dan ASN Anti Korupsi’ di Sumut Smart Province, Lantai 6 Kantor Gubernur, Sabtu (28/11/2020).Menurutnya, para ASN mesti diberi kesadaran bahwa dalam Pilkada mereka memiliki hak pilih.
“Dan hak pilih kita (ASN) direfleksikan dalam bilik suara,” ujar Sabrina yang juga Ketua Dewan Pengurus KORPRI Sumut.
ASN, jelasnya, merupakan salah satu unsur terpenting dalam menjalankan birokrasi pemerintahan. Dalam Pasal 12 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara disebutkan bahwa Pegawai Aparatur Sipil Negara berperan sebagai perencana, pelaksana dan pengawas penyelenggaraan tugas umum pemerintah dan membangun nasional melalui pelaksanaan kebijakan dan pelayanan publik yang profesional, bebas dari intervensi politik, serta bersih dari praktik korupsi, kolusi dan nepotisme.
Selain itu, ASN tidak berpihak kepada kepentingan apapun, selain pembangunan dan pelayanan publik. Netralitas ASN merupakan gambaran kualitas penyelenggaraan Pilkada yang berasas langsung, jujur dan adil. Sabrina mengatakan ada beberapa sebab terjadinya pelanggaran netralitas ASN.
Antara lain, ASN yang hendak mempertahankan jabatannya hingga memiliki hubungan keluarga atau kekerabatan dengan pasangan calon. Ditegaskannya, ASN yang melanggar netralitas akan diberi sanksi sesuai dengan berat pelanggaran yang dilakukan.
“Maka ASN yang melanggar netralitas diberikan sanksi sesuai dengan pelanggarannya,” kata Sabrina.
Disampaikan juga, tema webinar ‘Netralitas ASN dan ASN Anti Korupsi’ dipilih lantaran relevan dengan kondisi saat ini. Pertama, Pilkada serentak dilakukan pada 9 Desember 2020. Selain itu tanggal tersebut juga bertepatan dengan Hari Anti Korupsi. Maka tema tersebut sangat pantas diberikan kepada para peserta yang notabene adalah ASN.
“Selain merayakan HUT KORPRI, kita juga berpartisipasi memperingati Hari Anti Korupsi yang juga akan diadakan dalam waktu dekat. Kita juga perlu megingatkan kepada ASN agar tetap netral pada Pilkada serentak dan harus anti korupsi,” kata Sabrina.
Senada dengan Sabrina, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumut, Herdensi mengatakan ketidaknetralan ASN dapat mencederai asas keadilan pemilu. Menurutnya, ASN memiliki sumber daya atau fasilitas yang dibiayai negara.
“Pasangan calon yang memanfaatkan atau memobilisasi ASN yang menggunakan anggaran negara pasti secara tidak langsung merugikan pasangan calon lain yang tidak memiliki akses birokrasi,” ujar Herdensi.
Herdensi juga memaparkan contoh ketidaknetralan ASN dalam Pilkada antara lain, berkampanye atau melakukan sosialisasi melalui media sosial baik itu memposting, membagikan atau berkomentar. Menghadiri deklarasi calon, ikut sebagai panitia kampanye, ikut kampanye dengan atribut PNS.
Selain itu, menghadiri acara partai politik, mencalonkan diri tanpa mengudurkan diri, membuat keputusan yanng menguntungkan atau merugikan paslon, hingga memberikan dukungan ke calon legislatif atau calon independen kepala daerah dengan memberikan KTP.
Ketua Tim Korsupgah KPK Sumut, Azril Zah mengatakan, netralitas ASN sangat berkaitan dengan titik rawan korupsi. Rekrutmen, promosi, mutasi atau rotasi jabatan kepegawaian sangat berkaitan dengan ketidaknetralan ASN. Pihaknya banyak menangani kasus tentang hal tersebut.
“Kita harapkan, ASN berhati-hati, jangan melakukan hal jual beli jabatan dengan memberikan sesuatu,” kata Azril.
Azril juga memaparkan beberapa titik rawan korupsi di pemerintah daerah, antara lain perencanaan, penganggaran dan pelaksanan APBD. Juga perizinan, pembahasan dan pengesahan regulasi, pengelolaan pendapatan daerah, pelayanan publik serta proses penegakan hukum.
“Mohon dukungan dari ASN mendukung proses pencegahan korupsi. Kita tidak pernah tahu efek korupsi kepada masyarakat itu seperti apa,” ujar Azril. (IP)