JELAJAHNEWS.ID – Gubernur Sumatera Utara (Gubsu) Edy Rahmayadi berharap budaya diskusi dan sikap kritis mahasiswa terus terjaga. Menurutnya, perkembangan teknologi membuat pergeseran budaya mahasiswa saat ini.
Perkembangan media sosial memberikan pengaruh besar dengan kebiasaan pelajar termasuk mahasiswa. Menurut pandangan Edy Rahmayadi, tidak sedikit mahasiswa yang lebih banyak menghabiskan waktu di media sosial ketimbang berdiskusi dengan rekan-rekannya.
“Jaga budaya kritis dan diskusi, bukan malah banyak menghabiskan waktu di Sosmed untuk menunjukkan kehidupan mewah, menari-nari atau kegiatan yang malah menurunkan marwah kalian sebagai agen perubahan,” kata Edy Rahmayadi, usai menghadiri kuliah umum di Universitas Pembangunan Panca Budi (UNPAB), Kamis (25/8).
Edy Rahmayadi juga mengatakan membuka ruang seluas-luasnya bagi mahasiswa untuk berdiskusi dengan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumut. Tujuannya untuk membangun Sumut melalui kritikan dan saran dari para mahasiswa.
“Kita sudah mulai beberapa hari yang lalu, ruang diskusi itu akan terus kita buka terus agar saran dan kritikan dari mahasiswa bisa tertampung di sana. Apa yang menjadi pertanyaan mereka, merasa ada yang tidak benar ungkapkan di ruang diskusi itu,” kata Edy Rahmayadi.
Sementara itu, Ketua DPD RI La Nyala Mataliti saat kuliah umumnya juga mengutarakan kekhawatirannya tentang mahasiswa saat ini dibanding tahun 1990-an. Dia juga merasa semakin banyak mahasiswa yang bersifat apolitis, padahal menurutnya kehidupan masyarakat di Indonesia sangat berpengaruh dengan kebijakan politis.
“Saya sempat khawatir budaya di kampus-kampus saat ini sangat berbeda dengan tahun 1990-an, apalagi setelah maraknya sosmed, bahkan saat ini tidak sedikit yang menjadi apolitis. Itu berbahaya, harga beras, gula, minyak, BBM semua dipengaruhi kebijakan politis, kita tidak bisa terlepas dari itu,” kata La Nyala pada Kuliah Umum yang bertajuk Konfigurasi Politik dan Hukum Menuju Indonesia Emas 2045.
Dia juga merasa persiapan Indonesia Emas 2045 belum terbaca sampai saat ini. Ada tiga fakta menurutnya yang menunjukkan hal tersebut yaitu belum adanya kedaulatan ekonomi, kualitas pendidikan yang belum maksimal dan pembangunan yang tidak bertujuan mengentaskan kemiskinan.
“Indonesia Emas 2045 itu seperti dua sisi mata uang, 70% masyarakat kita di usia produktif di tahun itu, tetapi kalau tidak banyak lapangan pekerjaan maka akan banyak pengangguran dan itu akan akan menambah masalah baru. Kita belum mempersiapkan era itu dengan baik saat ini,” kata La Nyalla Mattalitti.(JNS)