JELAJAHNEWS.ID,MEDAN – Komisi II DPRD Kota Medan mewarning pihak Restoran Sari Laut Nelayan untuk memperbaiki Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) restoran tersebut. Bila belum diperbaiki, DPRD akan merekomendasi supaya pemilik diberikan sanksi tegas.
“Kami beri waktu 2 bulan untuk memperbaikinya. Setelah itu, kami akan datang lagi untuk mengeceknya apakah sudah sesuai dengan aturan. Jika terbukti belum akan diberikan sanksi,” ujar Ketua Komisi II DPRD Kota Medan, Aulia Rachman, dalam rapat dengar pendapat dengan manajemen Restoran Sari Laut Nelayan, Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Tenaga Kerja dan BPJS Tenaga Kerja, di gedung dewan, Selasa (4/2/2020).
Aulia mengatakan, apa yang disampaikan pihak manajemen restoran bukanlah IPAL, melainkan hanya filter agar sampah tidak masuk ke selokan. “Tapi, air dan minyak tetap masuk kedalam selokan,” ujarnya.
Bahkan Aulia Rahcman mengaku sangat menyayangkan kinerja pihak Badan Lingkungan Hidup (BLH) Pemko Medan yang dituding mandul tidak melakukan pengawasan. Sehingga, sudah cukup lama restoran beroperasi tidak mematuhi ketentuan. Terkait hal itu Aulia mendorong BLH supaya tegas menegakkan aturan.
Senada dengan itu Wakil Ketua Komisi II, Sudari, mengatakan apa yang terlihat dan disaksikan Komisi II saat Sidak ke Restoran Sari Laut Nelayan di Jalan Merak Jingga itu bukan Ipal, tetapi hanya trafing.
“Itu hanya trafing memisahkan antara sampah dengan air dan oil. Kalau air dan oil tetap masuk ke selokan. Bercampurnya air dan oil ini yang menjadi asam,” terangnya.
Sudari menyarankan agar pihak manajemen Sari Laut Nelayan berkoordinasi dengan Dinas Lingkungan Hidup Kota Medan dalam memperbaiki Ipal tersebut. “Jadi, pihak Nelayan bisa berkoordinasi dengan Dinas Lingkungan Hidup, sehingga nantinya ditunjuk konsultan untuk membenahinya,” saran Sudari.
Sementara anggota Komisi II, Modesta Marpaung, meminta pihak Sari Laut Nelayan agar mengirimkan data para pekerja ke Komisi II, sehingga diketahui berapa yang sudah terdaftar di BPJS Kesehatan dan BPJS Tenaga Kerja.
“Kita ingin tahu itu. Jangan nanti setelah menjadi persoalan, akhirnya diketahui kalau para pekerjanya belum terdaftar,” kata Modesta.
Sedangkan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Medan, Syarif Armansyah Lubis, mengatakan pihaknya sudah berkali-kali menyampaikan kepada Restoran Sari Laut Nelayan untuk membenahi Ipal-nya serta tidak memperjualbelikan minyak hasil olahan.
“Kalau mau diperjualbelikan, itu harus memakai pihak ketiga, apakah ini sudah dilakukan. Kalau tidak, itu pidana, ancaman hukum 3 tahun dan denda Rp3-5 miliar,” sebut Armansyah.
Sebelumnya pihak manajemen Sari Laut Nelayan, Kisti, menyampaikan pihaknya telah melakukan pengolahan limbah, dengan melakukan pemisahan sampah dengan minyak dan air.
“Minyak hasil olahan dan minyak yang bercampur air kami ambil secara manual dan dikumpulkan. Itu ada yang mengambilnya,” katanya.
Bahkan, kata Kisti, sebelum ada pembangunan jalur kereta laying, minyak yang bercampur air didalam selokan juga diambil masyarakat.
Selain masalah Ipal, dalam RDP juga terungkap pihak Sari Laut Nelayan membayar upah pekerja dibawah Upah Minimum Kota (UMK), sementara yang dilaporkan ke BPJS Tenaga Kerja sesuai dengan UMK.
“Dari laporan yang disampaikan, PT Fajar Abadi yang membawahi Sari Laut Nelayan ke kita, upah pekerja sesuai UMK,” sebut perwakilan BPJS Tenaga Kerja, Sakina Ramza.(Ismal)