JELAJAHNEWS.ID – Polda Papua Barat telah mengambil keputusan Pemberhentian Dengan Tidak Hormat (PDTH) kepada dua oknum anggotanya yang terekam video hingga viral menjilat kue ulang tahun TNI pada Rabu (5/10/2022) lalu.
Berselang tiga hari, keputusan PDTH telah diambi setelah melalui sidang etik oleh Polda Papua Barat, Jumat (7/10/2022).
Saat ini, telah melakukan upaya banding untuk menganulir keputusan pemecatan tersebut. Sejumlah harapan disampaikan, baik keluarga hingga beberapa tokoh agar Polda Papua Barat tidak memecat keduanya.
Dilansir dari tribunpapuabarat, begini harapan DPR, tokoh-tokoh dan keluarga di Papua Barat terkait persoalan ini:
Rahman Mangante, Keluarga Bripda Yusril Fahry.
Rahman Mangante, keluarga Bripda Yusril Fahry, satu diantara anggota Polda Papua Barat yang mendapat keputusan PDTH meminta maaf kepada Pangdam Kasuari serta Kapolda Papua Barat.
“Keputusan PTDH yang dikeluarkan sidang etik kemarin memang kami tetap menghormati,” kata Rahman Mangante, Sabtu (8/10/2022).
Kendati demikian, sebagai Warga Negara Indonesia (WNI) di Manokwari pihaknya tetap melakukan upaya banding.
“Orang tua dari Fahry dan Daud Baransano sudah sepakat untuk tetap upaya dalam mengambil langkah banding,” ujarnya.
Langkah ini ditempuh oleh kedua keluarga lantaran keputusan etik telah turun, sehingga pihaknya akan berupaya di langkah berikut yakni banding.
“Sebagai keluarga kami meminta maaf dan dengan adanya persoalan ini Polda Papua Barat bisa meninjau kembali putusan itu,” ujar Rahman Mangante.
Ia meminta, agar ada kebijaksanaan dari perspektif lain sehingga keputusan itu bisa ditinjau kembali.
“Tentu kita diberikan kesempatan untuk banding terhitung sejak kemarin hingga 20 hari ke depan,” jelasnya.
Karena diberikan kesempatan, pihaknya tetap mengikuti prosedur dengan harapan bisa mendapatkan keadilan. Ia mengaku, setelah putusan kemarin orangtua dari kedua pihak telah bersepakat untuk menempuh jalur banding.
“Semoga lewat langkah banding ini kedua anak kita bisa kembali diaktifkan dan bisa bertugas seperti biasanya,” kata Rahman.
Ia berharap, kedua anak ini hanya dibina dan diberikan bimbingan lain, serta bisa meninjau kembali keputusan kemarin.
“Jangan langsung dibinasakan tanpa melihat sisi pemberdayaan dan pembinaan terhadap aset bangsa (anak muda),” pungkasnya.
Kepala Suku Biak Papua Barat.
Keluarga dari Bripda Daud M Baransano yang juga Kepala Suku Biak Papua Barat, Petrus Makbon, juga telah mengambil sikap.
“Kalau itu warga kami, saya selaku kepala suku memohon maaf atas perbuatan mereka,” kata Petrus, Jumat (7/10/2022) kemarin.
Ia menilai, video yang viral di media sosial harus bisa dikompromi karena mereka adalah anggota polisi baru. “Saya sebagai orang tua sangat tidak setuju dengan perbuatan itu,” tuturnya.
Petrus menyadari, perbuatan itu bagian dari kesalahan yang disengaja. Hanya saja, pimpinan Polda Papua Barat juga harus memberikan hukuman yang betul-betul pertimbangkan semua aspek.
“Kami mau diberikan hukuman, ya sangsi penjara atau lain karena orang mencari pekerjaan sangat sulit saat ini,” tegasnya.
DPRD Papua Barat, George Dedaida.
Anggota DPRD Papua Barat Fraksi Otsus, George Dedaida juga meminta jajaran Polda Papua Barat agar meninjau kembali putusan PTDH terhadap dua oknum anggota polisi yang menjilat kue TNI.
“Kami memang sangat menghormati sejumlah aturan yang harus dijaga di dalam institusi TNI-Polri,” ujar George.
Hanya saja, keputusan untuk melakukan pemecatan harus disertai dengan pertimbangan lain termasuk persoalan pemberdayaan. “Saya pikir bagi polisi baru kita harus mengedepankan prinsip pembinaan dan pemberdayaan,” tuturnya.
Sehingga, Polda Papua Barat harus bisa dilakukan tinjau kembali dan dipertimbangkan hukuman bagi kedua oknum polisi ini.
“Saya tidak menyalahkan institusi Polri saat membuat keputusan, namun kita harus membuat tinjauan kembali,” ujar George.
Harusnya, ada pertimbangan lain seperti jajaran Polda Papua Barat, bisa melakukan pembinaan kembali kepada kedua orang ini. Ia berharap, Polda Papua Barat harus bisa mempertimbangkan keputusan, agar kedua orang ini bisa kembali memperbaiki diri saat bertugas.
“Sanksi penjara yang sudah dilalui oleh kedua anak ini bisa jadi pelajaran bagi mereka agar lebih baik lagi,” ucapnya.
“Dengan kerendahan hati saya minta untuk kedua petinggi TNI-Polri di Papua Barat, agar bisa menerima mereka lagi,” pintanya.
Tak hanya ini, pihaknya akan melakukan langkah persuasif kepada kedua pimpinan agar bisa mempertahankan keputusan.
“Jika ada salah kami sebagai wakil rakyat kita meminta maaf dan semoga ada pertimbangan untuk dilakukan pembinaan kepada kedua anak ini,” ujarnya.
Anggota DPD RI, Filep Wamafma.
Anggota DPD RI, Filep Wamafma menilai aksi menjilat kue HUT TNI ini merupakan bentuk dari kualitas pendidikan sebelum resmi menjadi anggota polisi.
“Saya melihat mereka ini tidak bisa serta merta dipecat begitu saja dari institusi kepolisian,” ujar Filep, Sabtu (8/10/2022).
Menurutnya, yang lebih dulu dilakukan adalah Polda Papua Barat harus mengevaluasi metodologi dalam membentuk seorang calon polisi. “Saya minta agar dalam waktu yang sangat singkat, Polda Papua Barat harus segera dilakukan evaluasi,” tuturnya.
Sehingga, siswa-siswi yang lahir dari dunia pendidikan di SPN tidak tersandera oleh karakter kekanak-kanakan. Dengan adanya evaluasi ini, mereka yang lahir bisa langsung benar-benar menjadi anggota polisi untuk mengayomi masyarakat.
Sebagai wakil dari Papua Barat di Senayan, pihaknya minta agar Polda Papua Barat tidak cepat-cepat dalam mengambil langkah pemecatan.
“Saya harap Polda Papua Barat jangan membunuh generasi-generasi ini,” pintanya.
Perbuatan kedua orang ini masih dalam kategori normal dan bisa dilakukan dengan jalan permintaan maaf.
“Bagi saya yang harus ditempuh secepatnya adalah evaluasi metodologi bagi adik-adik di dunia pendidikan di SPN dan lainnya,” katanya. (*)