JELAJAHNEWS.ID, JAKARTA – Berdasarkan data Kementerian Keuangan hingga 31 Januari 2021, realisasi belanja negara sebesar Rp.145,77 triliun. Angka ini terdiri dari belanja pemerintah pusat Rp.94,67 triliun serta transfer ke daerah dan dana desa mencapai Rp.51,1 triliun.
Oleh karenanya, agar mampu mendorong pertumbuhan ekonomi pada Kuartal I, Pemerintah pun terus menggenjot belanja negara khususnya perlindungan sosial untuk menopang sektor konsumsi. Selain itu, Pemerintah juga menargetkan pertumbuhan di kisaran 4,5 sampai 5,3% di Kuartal I tahun 2021 ini.
“Kami mempercepat pengeluaran pemerintah, termasuk program perlindungan sosial dan anggaran pemulihan ekonomi,” ucap Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto dalam diskusi virtual, Selasa (2/3/2021) kemarin.
Adapun alokasi anggaran untuk proram Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) 2021 sebesar Rp.699,4 triliun. Sektor kesehatan mendapat alokasi Rp.176,3 triliun, perlindungan sosial Rp.157,4 triliun, program prioritas sektoral kementerian/lembaga dan pemerintah daerah Rp.125,1 triliun. Kemudian, Pemerintah menganggarkan dukungan untuk UMKM dan korporasi sebesar Rp.186,8 triliun, sedangkan untuk insentif usaha sebesar Rp.53,9 triliun.
Untuk meningkatkan konsumsi domestik, kata Airlangga, pemerintah juga memberikan stimulus kepada UMKM. Pemerintah bekerja sama dengan perbankan untuk mendorong kredit modal kerja bagi dunia usaha. Menurutnya, transmisi dari kebijakan suku bunga Bank Indonesia dan suku bunga pinjaman belum sesuai harap pemerintah.
“Ini merupakan pekerjaan rumah yang masih harus dikerjakan melalui OJK (Otoritas Jasa Keuangan) serta sektor perbankan,” ungkapnya.
Airlangga pun mengatakan, jumlah dana pihak ketiga (DPK) juga tercatat naik menjadi 11,11%, terutama di segmen kelas menengah ke atas. Hal ini menunjukkan kelas menengah menahan ketidakpastian belanja tetap.
Guna menggenjot belanja kelas menengah dan atas, Pemerintah memberikan insentif PPN Barang Mewah (PPnBM) kendaraan bermotor dan insentif PPN untuk perumahan. Sebab dua sektor ini dapat menciptakan backward dan forward linkage industri. Dengan adanya insentif, diharapkan juga akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja.
“Pemerintah melalui berbagai kebijakan terus mengupayakan agar laju penyebaran virus bisa ditekan sehingga kesehatan dan perekonomian kita dapat pulih kembali,” jelasnya.
Menurutnya, Perekonomian Indonesia yang didominasi oleh konsumsi domestik menunjukkan tren meningkat. Aktivitas manufaktur masih berada pada level ekspansif 50,9 pada Februari 2021, sementara indeks kepercayaan konsumen juga terus membaik. Selain itu, permintaan Kredit Usaha Rakyat (KUR) terus meningkat.
“Hal ini mencerminkan pulihnya tingkat kepercayaan publik. Di saat yang sama, realisasi investasi juga meningkat, mencerminkan persepsi positif investor,” kata Airlangga.
Indikator lainnya juga menunjukkan perbaikan, seperti penguatan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), nilai tukar Rupiah, kenaikan harga komoditas, dan surplus neraca perdagangan yang mencapai US$.21,74 miliar pada tahun 2020 atau tertinggi sejak tahun 2011.(bsc)