JELAJAHNEWS.ID – Seorang ibu berstatus Lanjut Usia (Lansia) ditetapkan sebagai tersangka atas tuduhan dugaan penggelapan uang di Polrestabes Medan, Polda Sumatera Utara.
Menurut keterangan Juriani (54) didampingi suaminya Sunardi (60) mengatakan tidak ada melakukan penipuan seperti yang dituduhkan terhadap dirinya.
Juriani menyebutkan, terkait uang yang ia terima sebanyak 30 Juta rupiah adalah penjualan sebidang tanah yang dibeli oleh inisial Suk (keluarga pelapor)
” Kami tidak ada menipu mereka, justru tanah kami belum dibayarkan lunas seperti perjanjian di awal. Harga tanah kami 60 Juta Rupiah, cuman yang dibayar masih separuh. Tanah kami telah dibangun bangunan, meski belum dilunasi, ” ucap Juriani berlinang air mata, Sabtu (11/02/2023).
Dikatakan Juriani bahwa tanah yang ia jual kepada Suk dengan luas ukuran 5x30m² terletak di Jalan Banteng Ujung, Desa Mekar Sari, Kecamatan Delitua.
Pembayaran dilakukan dengan cara diberikan panjar tanda jadi sebanyak 3 juta rupiah pada tanggal (16/12/2019) ( dokumen lengkap tertulis dalam kwitansi).
Selanjutnya, kata Juriani, pada tanggal 9 Noember 2020 dicicil kembali 27 Juta Rupiah. Uang tersebut diserahkan oleh Suk dan diterima oleh Juriani saat dikantor Desa Mekar Sari.
Dalam kesempatan tersebut, disepakati sisa pembayaran akan di selesaikan paling lambat pada bulan Mei tahun 2021 ( tertulis dalam kwitansi ).
Ironisnya belum dilakukan pelunasan pembayaran tanah, kedua pasangan Lansia ini malah dikejutkan oleh pemanggilan Polisi atas tuduhan penggelapan uang.
Disebutkan, pada pemanggilan pertama Juriani sudah ditetapkan sebagai tersangka karena diduga telah melakukan penipuan karena telah melanggar pasal 372 dan 378.
Kedua pasutri yang ‘buta’ masalah hukum itu, bermohon kepada Kapolda Sumatera Utara, Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) agar kasus yang menimpanya tersebut mendapat perhatian khusus.
” Kami ada kesepakatan, mereka membeli tanah kami. Sisanya belum dilunaskan, saya dijadikan tersangka. Tolong saya Pak Kapolda, Pak Kapolri, Presiden, dan pengamat hukum lainnya agar kami mendapat keadilan,” ucapnya.
Sementara itu, Lembaga Pemantau Penyelenggara Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia ( LPPPNKRI ) Sumatera Utara, Kepala Biro Investigasi Erikson Gultom mengatakan ada 5 hal yang menjadi perhatian pihaknya.
Yang pertama yaitu, petugas dalam penetapan dan penahanan ibu Juriani tanpa pemberitahuan kepada keluarganya terlebih dahulu sudah merupakan cacat prosedur.
Dan penetapan tersangkanya juga dinilai terlalu buru – buru tanpa melibatkan berbagai pihak, disitu jelas antara keluarga pelapor dan terlapor ada kesepakatan jual beli.
“Patut diduga telah terjadi penggaran HAM dalam penetapan tersangka tersebut. Apalagi sempat katanya ibu Juriani dilakukan penahanan. Yang membeli tanah Ibu Juriani adalah SUK, dan anehnya yang membuat laporan Polisi ada SLAM sebagai pelapor,” ujarnya.
Lembaga Pemantau Penyelenggara Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia meminta agar Aparat Penegak Hukum (APH) melihat dengan jeli persoalan Juriani ini katanya.
Dikonfirmasi terpisah, ketika Kasat Reskrim Polrestabes Medan Kompol Teuku Fathir Mustafa, Senin (13/2/2023) melalui pesan singkat whatsapp, belum memberikan tanggapan resmi (**/jns).