JELAJAHNEWS.ID, MEDAN– Aliansi Masyarakat Sipil Anti Penyiksaan (SIKAP) sangat menyayangkan pernyataan Arteria Dahlan kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM) saat rapat Komisi III di gedung DPR RI pada Selasa (15/9/2020) lalu.
“Pernyataan ataupun statmen yang di lontarkan oleh Arteria Dahlan tersebut sangat multitafsir, seperti propokator, sikap genit, mengganggu kewenangan konstitusional, ataupun menghasut. Dan ini merupakan pernyataan yang kurang tepat untuk di pahami oleh masyarakat umum,” jelas Koordinator MASIP, Quadi Azam kepada awak media, Kamis (17/9/2020).
Oleh karenanya, Quadi pun menilai bahwa pernyataan Arteria Dahlan tersebut melanggar kode etik sebagai anggota DPR RI, sesuai dengan peraturan DPR RI No. 1 tahun 2015 tentang kode etik DPR RI. Dimana pada Pasal 3 (1) berbunyi, ‘Anggota harus menghindari perilaku tidak pantas atau tidak patut yang dapat merendahkan citra dan kehormatan DPR baik di dalam gedung DPR maupun di luar gedung DPR menurut pandangan etika dan norma yang berlaku dalam masyarakat’. Serta bunyi Pasal 4 (1) yakni ‘Anggota harus bersikap rofessional dalam melakukan hubungan dengan Mitra Kerja’
“Untuk itu kami (SIKAP) meminta agar Mahakamah Kehormatan Dewan segera memanggil dan menyidangkan Arteria tersebut yang kapasitasnya sebagai Anggota Komisi III DPR RI,” tegas Quadi.
Lebih jauh Quadi menjelaskan, Komnas HAM RI memiliki mandat untuk memberi masukan pada DPR RI berdasarkan pengaduan dan kajiannya. Sebagaimana hal itu tertuang dalam UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM.
“Silahkan menjalankan fungsi masing-masing lembaga, tanpa harus melontarkan kata atau kalimat yang malah menimbulkan persepsi yang kurang jelas dan tidak baik,” katanya.
“Jika memang Komnas HAM RI sebagai lembaga Negara kurang maksimal mengelola anggaran, maka kritik lah sesuai porsi pada anggaran yang mana? Jika mau di kritik soal aktifitas atau fungsi kelembagaan, maka gunakan laporan pengaduan masyarakat yang ditujukan langsung ke beliau sebagai Anggota DPR RI. Ini gunanya lembaga Negara agar saling koreksi dan hindari sikap tendensi serta emosional,” tambah Quadi.
Namun demikian, Quadi mengatakan bahwa dirinya mendukung kritikan Arteria yang mendasar. Meski demikian, jelasnya, dirinya tidak setuju dengan sikap yang melontarkan kalimat atau kata yang kurang dipahami dan mungkin asumtif belaka. Karena menurut Quadi, disaat itu Komnas HAM RI sedang memberi masukan pembahasan RUU Cipta Kerja.
“Akan tetapi, kesan yang di dapat atas berbagai pernyataan Arteria tersebut justru mengarah pada sikap DPR RI yang dinilai anti terhadap kritikan,” pungkas Quadi. (MTP)