MEDAN – Mendidik anak di era milenial dengan pesatnya kemajuan teknologi saat ini merupakan tantangan terbesar bagi para orang tua. Jika masa lalu masyarakat kesulitan akses informasi dan komunikasi, maka sekarang kebalikannya. Kekhawatiran muncul karena sebagian besar usia anak sudah akrab dengan gadget (ponsel) yang menyediakan berbagai hal dalam genggaman.
Atas kondisi itu, Ketua TP PKK Sumatera Utara (Sumut) Nawal Lubis menyebutkan bahwa penggunaan gadget menjadi seperti sebuah keharusan dalam kehidupan setiap orang. Fenomena kumpul bersama namun tidak saling bercengkrama, lumrah terjadi. Setidaknya dalam satu dekade terakhir, gadget sudah mulai banyak diminati dan digunakan berbagai kalangan.
“Era digital ini, semua sibuk dengan gadget (gawai) nya masing-masing, berkumpul tetapi sendiri-sendiri. Ini tanda perubahan zaman, dimana informasi itu tidak secepat sekarang. Memang teknologi tak bisa kita jauhkan, dan itulah yang membuat kita khawatir. Apalagi bagi anak-anak, mereka sangat mudah beradaptasi,” ujar Nawal Lubis saat menjadi narasumber pada Webinar Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlidungan Anak (PPPA) Sumut, di Rumah Dinas Gubernur, Jalan Jenderal Sudirman Nomor 41, Jumat (13/8).
Mengusung tema “Mendidik Anak dengan Hati di Era Milenial”, Nawal Lubis menilai teknologi informasi memiliki dampak positif maupun negatif. Namun tantangan terbesar adalah pengaruh kehidupan sosial anak, yang kemudian menjadi tugas sekaligus tantangan bagi para orang tua memanfaatkan kemudahan di era digitaliasi sekarang ini.
“Apalagi seperti sekarang ini di masa pandemi Covid-19, banyak anak-anak yang berinteraksi dengan gadget (gawai), padahal mereka itu belum memahami dampak dari digitalisasi informasi. Untuk itu perlu peran orang tua dalam mengawasi anaknya,” sebut Nawal, didampingi Kepala Dinas PPPA Sumut Nurlela.
Beberapa pesan dari Nawal kepada para peserta Webinar tersebut, adalah bagaimana mendidik anak di era digital. Di antaranya adalah memberikan contoh agar penggunaan gadget dikurangi, terutama saat berada di rumah bersama keluarga. Memberikan pemahaman tentang ruang privasi dan mana yang bisa diakses orang lain, dari ponsel.
“Orang tua itu panutan bagi anak, dan anak adalah peniru ulung. Jadi sekarang ini, harus ada ruang dan waktu sebagai zona bebas teknologi (gadget, saat kita kumpul bersama keluarga. Begitu juga untuk izin penggunaan gadget, batasi untuk anak usia dibawah 12 tahun,” jelasnya.
Dengan tidak memungkinkannya orang tua membatasi penggunaan gawai tersebut, maka menurut Nawal, yang terbaik adalah mengendalikannya, mendampingi, serta memberikan pembatasan yang jelas, baik dari segi waktu, akses, lokasi hingga menyentuh materi (konten) yang ada di gawai. Termasuk soal adab bermedia sosial bagi anak, yang membuat ruang pribadi justru dipublikasi.
“Karena itu orang tua harus meluangkan waktu kepada anak. Lakukan komunikasi dua arah, memotivasi anak, mengajak rekreasi. Yang terpenting orang tua juga, upayakan tidak menggunakan ponsel selama berjam-jam saat bersama anak,” pesannya.
Senada dengan itu, Lenny Rosalin selaku Deputi Bidang Kesetaraan Gender Kementerian PPPA RI mengatakan, dalam konvensi anak, hak yang pertama bagi mereka adalah bermain, dimana memerlukan tempat dan kesempatan. Berdasarkan survei pada 1 Maret 2020 saat pandemi Covid-19 pertama, sebesar 56% anak-anak merasa tidak senang. Dalam masa empat bulan, sudah mulai merasa depresi, stres, hingga gejala emosi memburuk.
“Dampak Covid-19 saat ini lah sebenarnya, belajar dari rumah merupakan peluang untuk orang tua kepada anak dalam menggali kemampuan terpendam anak, memdekatkan diri kepada anak, membentuk ikatan yang kuat kepada anak. Siapa yang harus bertanggungjawab untuk melindungi anak-anak? Jawabannya adalah kita semua,” jelasnya.(JN)