JELAJAHNEWS.ID, MEDAN – Arisan Online kerap menjadi sumber dana tak terduga bagi orang yang mengikutinya. Sebab, seseorang yang mengikuti arisan online harus melakukan kewajibannya, yakni membayar iuran arisan.
Namun di satu sisi, Arisan Online kerap dijadikan kedok oleh orang-orang tak bertanggungjawab guna meraih pundi-pundi rupiah dengan cepat dan tanpa modal ‘sepeser’ pun. Sehingga hal inilah yang membuat keserahan bagi sebagian orang saat akan mengikuti Arisan Online.
Menyikapi hal tersebut, Pemilik Biro Jasa Bantuan Hukum Kurnia Karta Hari & Rekan mengatakan, bahwa sebelum kita menjadi peserta Arisan Online, sebaiknya kita mencari tahu terlebih dahulu latar belakang dari Arisan Online tersebut.
Karena menurutnya, secara aturan, Arisan Online tidak memiliki aturan hukum khusus yang mengatur akan hal itu. Akan tetapi, jelasnya, ada beberapa Undang-undang (UU) yang dapat menjadi acuan untuk menjerat pelaku penipuan Arisan Online.
“Secara aturan, Arisan Online ini tidak punya aturan yang baku. Tetapi, jika ada tindak pidana yang terjadi dalam menjalankan Arisan Online itu, maka kita bisa menggunakan Pasal-pasal yang tertera dari beberapa UU,” sebut Kurnia Karta Hari SH. MH. kepada Jelajahnews.id, Rabu (17/2/2021).
Kurnia pun kemudian menyebutkan pasal-pasal yang dapat menjerat pelaku penipuan Arisan Online tersebut. Seperti Pasal 372 KUHP yang mengatur tindak pidana penggelapan dan UU No. 9 tahun 1961 tentang Pengumpulan Uang atau Barang.
“Kemudian lagi, terkait aturan soal alat bukti, kita bisa mengacu pada Pasal 1866 KUHPerdata dan Pasal 5 ayat (1) UU No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik,” jelasnya.
Terkait dengan pengumpulan uang yang dilakukan dalam Arisan Online, Kurnia menjelaskan, di dalam UU No. 9 tahun 1961 tentang Pengumpulan Uang atau Barang disebutkan bahwa untuk menyelenggarakan pengumpulan uang atau barang, maka diperlukan izin terlebih dahulu dari pejabat yang berwenang.
“Pejabat berwenang yang bisa memberikan izin pengumpulan uang atau barang sesusai UU No. 9 tahun 1961 adalah, Menteri Kesejahteraan Sosial, Gubernur, dan Bupati/Walikota,” ucapnya.
Kurnia juga menjelaskan bahwa izin yang dikeluarkan oleh pejabat berwenang diberikan kepada perkumpulan atau organisasi kemasyarakatan dengan maksud yang diatur dalam Pasal 1 UU 9/1961 yang tidak bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan.
“Artinya, izin ini tidak bisa diberikan kepada individu atau perseorangan,” tegas Kurnia.
“Lalu apa kaitannya dengan Arisan Online? Kaitannya ialah, Arisan Online ini merupakan suatu kegiatan yang dillakukan seseorang dengan cara mengumpulkan uang atau barang yang mayoritasnya tidak memiliki izin. Dan hal ini jelas telah melanggar UU No. 9 tahun 1961,” tambahnya menjelaskan
Oleh karenanya, sebagai salah seorang ahli hukum, Kurnia pun meminta kepada aparat penegak hukum agar dapat menindak tegas para pelaku Arisan Online yang berjalan tanpa adanya izin. Sebab menurutnya, ada sanksi pidana kurungan selama-lamanya 3 bulan atau denda setinggi-tingginya Rp.10 ribu bagi yang menyelenggarakan, menganjurkan atau membantu menyelenggarakan pengumpulan uang atau barang dengan tidak mendapat izin terlebih dahulu, tidak memenuhi syarat-syarat dan perintah yang tercantum dalam keputusan pemberian izin, dan tidak menaati ketentuan-ketentuan dalam Pasal 7 UU 9 tahun 1961.
“Oleh karenanya sekali lagi saya tegaskan, aparat penegak hukum harus bisa bertindak tegas dalam menindak para pelaku Arisan Online itu. Jangan hanya menunggu laporan saja dan menunggu semakin banyaknya orang yang menjadi korban dari Arisan Online ini. Kita tidak mau hal itu sampai terjadi,” pungkas Kurnia. (IP)