JELAJAHNEWS.ID, BELAWAN – Dalam kurun 5 tahun terakhir ini, para nelayan tradisional yang berada di Belawan, khususnya di Bagan Deli, tak lagi bisa mendapatkan Bahan Bakar minyak (BBM) bersubsidi. Akibatnya, banyak nelayan tradisional yang mengeluhkan hal tersebut.
Dan untuk dapat melaut seperti biasanya, para nelayan ini pun, mau tak mau terpaksa harus membeli minyak eceran meskipun harganya mencapai Rp.7.000 – Rp.7.500/liter. Ketua Dewan Pimpinan Daerah Kesatuan Nelayan Tradisonal Indonesia (DPD KNTI) Kota Medan, Mhd. Isa Albasir mengatakan bahwa sedikitnya ada 7 Stasiun Pengisian Bahan bakar Nelayan (SPBN) yang ada di Belawan.
“Namun dari 7 SPBN tersebut hanya 2 saja yang aktif. Sedangkan yang 6 lagi kini udah gak ada,” ujarnya kepada awak media, Senin (9/11/2020).
Akan tetapi, jelasnya, meski masih menyisakan 2 SPBN namun para nelayan tradisional yang ada di Belawan pun tetap tak bisa mendapatkan BBM bersubsidi guna kebutuhan untuk melaut. Sehingga mereka, katanya, terpaksa membeli secara eceran.
“Cobalah kita hitung, jika mereka beli BBM bersubsidi itu harganya hanya Rp.5.150. Sedangkan yang eceran, harganya bisa mencapai Rp.7.500 perliter. Jadi ada perbedaan sekitar Rp.2.350,” terang Basir
Oleh karenanya, ia pun berharap kepada pemerintah agar kiranya dapat kembali mengaktifkan seluruh SPBN yang ada di Belawan. Termasuk dalam hal memenuhi kuota untuk kebutuhan para nelayan tradisional yang ada.
“Bayangkan saja, tingkat pembelian hasil tangkapan di tengah suasana pandemi saat ini sudah mulai bekurang. Dan terkait hal itu, kami sudah berulang kali menyurati pertamina. Tapi tak pernah mendapat tanggapan sama sekali,” terangnya seraya menyuarakan aspirasi para nelayan tradisional di Belawan agar menjadi perhatian serius dari pemerintah pusat.
Lebih jauh Basir mengatakan bahwa nelayan yang tergabung di KNTI Kota Medan yang terdata ada 2.400 orang, belum lagi dengan nelayan tradisional lainnya yang tak bergabung. Untuk itu, sekali lagi Basir kembali mengharapkan ada kepedulian dari Pemerintah Pusat, khususnya pihak BPH Migas agar memperhatikan kondisi nelayan yang ada di Belawan.
Terpisah, salah seorang nelayan tradisional di Belawan, Herianto (58) mengatakan, bahwa pada Juli 2019 sempat ada dibuka SPBN. Akan tetapi menurutnya, SPBN itu hanya berjalan 1 bulan saja dan tidak lagi beraktifitas sampai sekarang.
“Saat itu cuma 1 SPBN buka, sebentar aja sudah tutup. Sampai sekarang kami pun gak tahu apa sebabnya ditutup. Padahal kami sangat mengharapkan SPBN itu dibuka, karena harga minyaknya lebih murah disana,” sebutnya seraya mengatakan jika SPBN ini dibuka kembali, tentu hal itu akan sangat membantu para nelayan dalam mendapatkan BBM yang bersubsidi. (IP)