JELAJAHNEWS.ID – Modus Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) menjadi penyumbang perkara tindak pidana korupsi terbesar di Indonesia.
Sejak tahun 2004 hingga tahun 2022, KPK telah menangani tidak kurang dari 277 kasus atau 21% korupsi di sektor PBJ.
Menurut Wakil Ketua KPK Johanis Tanak, catatan ini tentu bukanlah hanya sekadar angka, namun kasus korupsi PBJ di Indonesia meliputi beberapa kasus besar.
Contohnya, kasus korupsi pengadaan infrastruktur di Kabupaten Muara Enim, korupsi pengadaan lahan di Jakarta, Bandung, dan Bekasi, korupsi pengadaan infrastruktur di Kabupaten Pakpak Bharat, dan korupsi PBJ infrastruktur di Sulawesi Selatan.
“Urusan PBJ itu sudah hal biasa, sudah tahu siapa pemainnya dan apa yang dimainkan. Tinggal tunggu waktu saja ketemu di KPK,” kata Johanis dalam Diskusi Panel bertajuk ‘Sinergi dan Kolaborasi Pemberantasan Korupsi pada Sektor Pengadaan Barang dan Jasa Daerah’ di Jakarta, Selasa (21/3/2023).
Adapun tantangan pencegahan korupsi pada area PBJ ialah integritas dan kompetensi SDM yang melaksanakan PBJ, ketidakpatuhan input PBJ ke dalam sistem dan peretasan sistem PBJ.
Selain itu, tantangan lainnya adalah APIP belum memadai, audit IT belum dapat dilaksanakan dengan optimal, ekosistem pencegahan korupsi PBJ masih belum terbentuk, dan dorongan kepentingan tertentu untuk mendapatkan proyek dari penyedia maupun pihak lain.
Johanis mengungkapkan 43-44% pagu belanja daerah merupakan pagu belanja PBJ. Pada tahun 2023, diperkirakan total nilai belanja PBJ mencapai Rp309,603 miliar.
Angka ini tentunya tergolong sangat besar sehingga pada tahap realisasinya diharapkan bisa dilakukan secara terbuka, akuntabel, dan efektif.
Oleh karenanya, melalui program Monitoring Center for Prevention (MCP) terdapat beberapa indikator dan subindikator yang harus diperhatikan oleh pemerintah daerah.
Yaitu, pemenuhan komitmen TKDN dan e-Purchasing, pencegahan korupsi pengadaan langsung, reviu dan transparansi rencana pengadaan, pencegahan korupsi proyek strategis daerah, tindak lanjut review tata kelola PBJ.
“Juga melakukan survei kepuasan masyarakat, vendor management system, penguatan SDM UKPBJ, dan TPP khusus PBJ,” ujar Johanis.
Selanjutnya, Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) Hendrar Prihadi menjelaskan, pemerintah berusaha meningkatkan penggunaan produk dalam negeri, meningkatkan porsi usaha UKM, memastikan transparansi, mengupayakan efisiensi, dan mempercepat penyerapan anggaran pemerintah.
Lebih lanjut, digitaliasi adalah sebuah instrumen. Yang terpenting adalah tujuannya yaitu mewujudkan inklusi ekonomi tidak ada perbedaan mau kecil, menengah, besar boleh. Kedua, tujuannya adalah membangun sistem PBJ yang terintegrasi dan transparan,
“Dengan digitaliasi face to face nggak perlu ketemu. Kadang ini yang membuat beberapa oknum tergoda, ketemu terus dirayu yang tadinya kukuh menjadi goyah. Dengan digitaliasi e-Katalog, tanpa tatap muka semoga bisa mengurangi potensi korupsi,” ujar Hendrar.
LKPP saat ini terus berupaya meningkatkan kinerja dengan cara penguatan regulasi, pengembangan sistem pengadaan (meluncurkan platform baru/upgrade dari yang ada saat ini), profesionalisme SDM PBJ (kerja sama dengan asosiasi profesi ahli pengadaan serta lembaga diklat PBJ), dan monitoring evaluasi (meningkatkan sinergitas antar kementerian/lembaga).
Pada tahun ini target PBJ adalah lima juta produk tayang melalui e-Katalog dengan total nilai transaksi mencapai Rp500 triliun. Per 18 Maret 2023, sudah ada 3,66 juta produk tayang dengan nilai transaksi mencapai Rp47,67 triliun.
“Kami berharap bapak/ibu bisa mensukseskan. Salah satu caranya keberanian bertransaksi melalui e-Katalog dan wilayah pengadaannya wilayah konstruksi,” tandasnya.(jn/*”)